Friday, June 21, 2013

Tentang Jilbab di Layar Kaca Kita



Oleh: Maulana Yusuf[1]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
Percayakah anda bahwa “jilbab” kini bisa jadi senjata juga bagian dari ghazwul fikri (perang pemikiran) ?. mungkin bagi sebagian kita akan mempertanyakan bagaimana mungkin? bukannya ghazwul fikri itu justru menjerumuskan wanita agar tidak menutup aurat ?
Tapi jangan salah, coba saja anda perhatikan layar televisi akhir-akhir ini. menjelang Bulan Ramadhan sudah bertaburan sinetron-sinetron yang bermodalkan akting “jilbab” dan kalimat “Assalamu’alaikum..” seolah-olah tontonan yang Islami, tapi inti jalan ceritanya tiada lain tiada bukan justru merusak generasi muda Islam.
“berjilbab” tapi pacaran, “berjilbab” tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan, pegang-pegangan tangan, saling berpandangan dan segudang budaya rusak anak pacaran yang sekali lagi merupakan budaya yang bersebrangan dengan nlai-nilai Islam, bahkan menghancurkan generasi Islam.
ikon “jilbab” dan untaian “Assalamu’alaikum..” hanya jadi kedok untuk membungkus isi tayangan yang sebenarnya rusak seolah layak untuk ditonton karena bernuansa “Islami”.
lebih parahnya lagi, ada sinetron yang para pelakonnya bergama Nasrani/Non Islam malah berperan sebagai pemuda muslim dan pemudi muslimah dengan mengenakan koko, peci serta berjilbab. Sableng!
Yang perlu menjadi perhatian kita, jangan kita mudah memberikan rasa peduli dan dukungan terhadap “sesuatu yang berjilbab” dengan alasan Syi’ar.
kalau konteks jilbab seperti sebgaimana yang disebutkan diatas, apa faedahnya? apa manfaatnya? toh yang ada justru secara tidak langsung melecehkan syariat dan tata cara berjilbab yang syar’i. Secara tidak langsung juga mengajarkan kepada generasi muda yang berjilbab khususnya, bahwa dengan berjilbab kita masih tetap bisa pacaran, masih tetap bisa gaul bareng temen-temen cowok, masih bisa tebar pandangan bahkan di areal masjid sepulang sholat terawih.
begitupun dalam konteks Fatin Shidqia Lubis dengan acara X-Factor-nya, jangan hanya karena berjilbab justru semakin didukung untuk kontes biduan semacam itu. Apa makna yang ingin digapai ? syi’ar-kah? syi’ar versi apa jika dikombinasikan dengan event dan lingkungan karir semacam itu? bagaimana jika dukungan terhadap Fatin justru membuat pola fikir remaja muslimah yang berjilbab jadi “kepingin” ikut-ikutan jadi biduan seperti Fatin yang bahkan dapat dukungan dari MUI?. Remaja muslimah seolah secara tidak sadar dibredeli nilai-nilai jilbabnya. Berjilbab tapi berlenggak-lenggok dipanggung, berjilbab tapi mendayu-dayu diatas panggung.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
Dalam kasus Fatin dengan acara X-Factornya yang mendapat dukungan dari MUI hanya lantaran berjilbab, jujur memang saya pribadi penulis belum pernah menonton sama sekali acara tersebut. Bahkan penampilan Fatin seperti apa di panggung X-factor saya tidak tahu. Tapi, kalau memang alasan syi’ar, tolong jawab pertanyaan saya, lagu apa yang Fatin nyanyikan diatas panggung X-factor? lagu-lagu bernuansa “da’wah”-kah?? atau lagu-lagu percintaan model anak-anak alay (norak) zaman sekarang? lalu dimana letak “syi’ar-nya”??
Menurut penulis, didalam menyikapi kasus Fatin Shidqia Lubis di acara X-Factor tersebut, seharusnya MUI bukan malah memberi dukungan, tapi memberi nasehat yang intinya seperti ini:
“Nak,ajang nyanyi-nyanyi seperti ini bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih kondisi adik yang berjilbab, Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan maksiat yang mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa arus maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain yang dapat semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar membentukmu dan menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada Allah, dan Allah-pun cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan yang paling berharga di dunia ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang sesungguhnya, menjadikanmu wanita yang sholehah. Tinggalkan lingkungan semacam ini yang hanya membahayakan akhlak dan agamamu, karena kemuliaan dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau tukar dengan apapun. Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan materi yang berlimpah.
bahkan kabar terakhir menyebutkan, bahwa ternyata MUI menyesali sikap fatin yang dulu pernah didukung oleh MUI, kin malah turut mendukung terselenggaranya acara kontes Miss World di Indonesia, yang padahal umat Islam bahkan MUI tengah bersusah payah berjuang agar kontes Miss World di Indonesia tidak dilaksanakan karena menodai citra Indonesia khususnya kaum muslimin yang merupakan mayoritas di negeri ini.
Ini menunjukkan, sang ikon jilbab yang dulu didukung terus untuk berkiprah di tempat karir yang rusak seperti itu,  telah benar-benar cepat atau lambat tak mampu menghalau derasnya gelombang maksiat dan pola pikir yang ada di habitatnya tempat ia memulai karir dan popularitasnya.
kedepan, semoga kita semakin berhati-hati didalam menyikapi persoalan sosial yang timbul ditengah-tengan masyarakat. Bukan hanya berdasarkan tampilan, perasaan baik, dan semangat yang menggebu tanpa dituntuntun dengan dalil. tapi timbanglah kesemua itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah yang Shahih dengan pemahaman Salafush shalih. Agar kita tidak terjebak akan propaganda musuh-musuh Islam didalam merusak moral generasi Islam dengan cara-cara halus, yang bahkan mungkin kita tidak menyadarinya hanya karena kita terlupa karena menilai sesuatu berdasarkan semangat dan perasaan kita saja..
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
” تركت فيكم أمرين ، لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله وسنتي “[رواه مالك بإسناد حسن].
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku” (HR. Malik dengan Sanad Hasan)
خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik generasi adalah generasi saat aku diutus di dalamnya, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka”
Dan yang paling mendesak memang, umat islam khususnya di indonesia sangat butuh media televisi yang benar-benar dapat membentuk kepribadiannya menjadi seorang muslim yang sebenarnya, pribadi muslim yang taqwa, yang bertauhid, cinta akan sunnah dan cinta akan nilai-nilai Islam untuk diterapkan dalam kehidupannya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada ummat ini untuk dapat mewujudkan itu semua.
Wallahu A’lam Bish Showab.

Sumber : Era Muslim

Thursday, June 20, 2013

Paman Nabi, Hamzah bin Abdul Mutalib r.a

Dikirim oleh aan | Pada 


Nama sebenarnya Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim, seorang paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian, Ia Ikut Hijrah bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan ikut dalam perang Badar, dan meninggal pada saat perang Uhud, Rasulullah menjulukinya dengan “Asadullah” (Singa Allah) dan menamainya sebagai “Sayidus Syuhada”.
Ibnu Atsir berkata dalam kitab ‘Usud al Ghabah”, Dalam perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy, sampai pada suatu saat beliau tergelincir sehingga ia terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya . lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya hati Hamzah tetapi tidak tertelan dan segera dimuntahkannya.
Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya ,” Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (Qs; an Nahl 126)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq didalam kitab,” Sirah Ibnu Ishaq” dari Abdurahman bin Auf bahwa Ummayyah bin Khalaf berkata kepadanya “Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?”, aku menjawab “Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib”. Lalu Umayyah dberkata Dialah yang membuat kekalahan kepada kami”.
Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang 2 bilah pedang.
Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah shallallahu alaihi wassalam melihat Hamzah terbunuh, maka beliau menagis.
Ia wafat pada tahun 3 H, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan “Sayidus Syuhada”.
Source : Kisahislami.com

4 Hal yang semakin berkurang - Quotes

  by : Hajairin 
4 hal yang semakin berkurang :
Wajah yang baik bukan karena ketampanan atau kecantikan, melainkan dengan memelihara kehormatan.
Kata kata yang baik, disertai dengan pengalaman agama yang kuat.
Persaudaraan yang baik, disertai dngan kesetiaan dalam menjaga ukhuwah.
Kurang peduli terhadap saudaranya yang terlepas dari indahnya ikatan ALLAH

[NEWS] Kuliah Umum Menjelang Ramadhan - Event

Assalamu'alaikum wr.wb...

Ikhwafillah.. Ayo datang berbondong-bondong ya cari ilmu menjelang Ramadhan.. Insya Allah banyak manfaat yang akan antum dapatkan setelah menghadirinya..



don't forget ...
yukkk.....mariiii....

[NEWS] "GEBYAR JILBAB" Lomba Kreasi Hijab Syar'i - Warta IQ

Assalamu’alaikum wr.wb

Bismillah :) ikhwa fillah, apa kabar? Semoga kita semua selalu diberi rahmat dan karuni-Nya selalu ya,, Aminn :). kali ini warta iQ akan menginfokan sedikit  tentang acara GEBYAR JILBAB yang diselenggarakan oleh FKMI Al-Iqtishad FE UNTAN dalam perayaan rangkaian MILAD IQ (baca:Iqtishad) yang ke-18  yang bekerjasama dengan Toko Baju Khadijah dan juga pihak MAN2 Pontianak beberapa hari yang lau, tepatnya pada tanggal 15 Juni 2013. Acara dilaksanakan di Aula MAN2 yang berada di  Jl. A.Yani Pontianak, Kal-Bar. Dan diikuti oleh siswi-siswi MAN2 itu sendiri.

Pertama-tama acara dimulai dengan pembukaan oleh MC andalan kami yaitu ukhtina Putri Dona Balgis a.k.a Kak PDB yang mebuat suasana menjadi sorak meriah dan heboh. Jadi makin antusias deh mau ngikutin lombanya. Lalu, dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dilantunkan oleh ukhtina Firda Niswatul Ulia Putri. Suasana yang tadinya heboh, menjadi hening senyap karena ara peserta dan juga panitia mendengarkan dengan hikmat.
 
Kata sambutan pun disampaikan oleh perwakilan dari MAN2  Ibu Siti sebagai pengajar disana. Lanjut lagi deh dengan seminar yang disampaiakn oleh ukhtina Mitta Nur Affah tentang bagaimana cara memakai jilbab yang benar. Banyak sekali ilmu yang didapatkan dari seminar ini. Pengetahuan para peserta pun bertambah, termasuk saya sebagai panitia sehingga kami pun lebih bersemangat dalam berhijab.


Nah, it’s time to lomba jlbabnya.. eitss nanti dulu, sebelum lomba, ukhtina Widyastuti, salah satu juri dalam perlombaan jilbab akan menyampaikan tutorial atau mendemonstrasikan bagaimana sih memakai jilbab yang gaul, keren, dan modis, tapi tetap sya’i. Mbak Wid (nama yang biasa disapa) pun meminta 3 orang sukarelawan untuk menjadi modelnya dalam memakaikan jilbab. Peserta pun awalnya ragu, tapi majulah dua orang dari peserta dan satu orang dari panitia yaitu ukhtina Badriah. Setelah lama panjang bin lebar penjelasan dan juga prakter langsung akhirnya jadlah 3 model tadi memakai jilbab yang cantik, modis, gaul, dan tetap syar’I. 

Akhirnya dimulailah lomba jilbabnya. Peserta sebanyak 10 kelompok, 1 kelompoknya terdiri atas 2 orang, yang diantaranya satu sebagai model, dan lainnya sebagai pemakai jilbab. Lomba pun dibagi menjadi dua ronde. Ronde pertama 6 kelompok yang berlomba, sisanya di ronde kedua. Pertama-tama para model lomba harus memaki ninja (kerudung dalam) terlebih dahulu, dan lannya berebut mengambil model jilbab yang akan dipakai untuk menghias jilbab dalam perlombaan.

 “yang udah dapat ilbab silahkan duduk di kursihnya.” Teriak kak PDB memakai mic tanda loba akan segera dimulai.

Dalam hitungan satu, dua, dan tiga, dimulailah lomba jilbabnya. para peserta yang memakakan jilbab pun dengan cepat memakaikan jilbanya terhadap temannya. Dengan beragam kreativitas terciptalah berbagai macam model jlbab baru dan syar’I dari masing-masing peserta. Tak lupa MC pun menyampaikan beberapa ketentuan penilaian untuk memenangkan lomba, antara lain : keindahan dari jilbab tersebut, keserasian antara paduan warna, kesyar’ian, dan juga kerapian dalam memakai jilbab.  

Setelah selesai, saatnya penilaian. Juri terdiri atas dua orang yaitu Ukhtina Sukma dan juga Ukhtina Widyastuti yang tadi memberikan tutorial cara memakai jlbab modis dan syar’i. mereka pun melakukan penilaian dengna seksama. Setelah berunding-runding (baca:berdiskusi) dibelakang peserta, akhirnya  dapatlah tiga orang pemenang.


 Dan berikut nama-nama pemenang dalam lomba kreasi jilbab atau “GEBYAR JILBAB” yang diselenggarakan oleh Kemuslimahan FKMI A-Iqtishad :
Juara Pertama   : Maisaroh dan Suci Novita
Juara Kedua       : Fitrah dan Sarah
Juara Ketiga        : Zainiyatul Ainiyah dan Septi Dwita Sari

Pengumuman pemenang diumumkan pada akhir menjelang acara, dilanjutkan dengan pemberian kenang-kenang dari pihak FKMI Al-Iqtishad yang disponsori oleh Toko baju Khadijah kepada Ibu Siti sebagai perwakilan dari Pihak MAN2 Pontianak. Acara pun ditutup dengan acara foto bersama.



 Ini dia foto para peserta dan juga para panitia. Gimana sob, seru kan acaranya… bagi kamu yang gak sempatngikutin lombanya tahun ini, gak usah patah hati ampe mewek (bercanda :D), Insya Allah FKMI Al-Iqtishad akan menyelenggarakan acara yang sama tahun depan. Doakan aja, ane masih bisa jadi panitianya :D

Akhir kata wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum wr. wb. Dan juga hamdalah ^^

Tuesday, June 18, 2013

7 Orang yang Berstatus Mati Syahid


Seseorang yang meninggal karena 7 perbuatan di bawah ini adalah mati syahid, dimana pahala yang diterimanya sama dengan pahalanya para syuhada’.
Diriwayatkan oleh Shafwan bin Umayyah ra dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda,
“Orang yang mati karena wabah tha’un (kolera) adalah syahid, orang yang mati karena tenggelam adalah syahid, orang yang mati karena peperangan adalah syahid, orang yang mati karena sakit perut adalah syahid, dan wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.”
Diriwaytkan oleh Imam An Nasaa’i dari hadits Uqbah bin Amir ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Ada lima perkara, barangsiapa mati karena lima perkara tersebut, maka ia terhitung mati syahid. Kelima perkara itu adalah: orang yang terbunuh fii sabilillah, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena penyakit perut, orang yang mati karena wabah kolera, dan wanita yang mati karena melahirkan termasuk syahid fii sabilillah.”
Juga diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang terbunuh fii sabilillah adalah syahid, orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid, orang yang mati karena tenggelam adalah syahid, wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid dan orang yang mati karena wabah kolera adalah syahid.”
Sedangkan menurut Istibsyaroh dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Syuhada’ (orang-orang yang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah SWT itu ada tujuh orang, yaitu korban wabah tha’un adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, penderita penyakit lambung (semacam liver) adalah syahid, mati karena penyakit perut adalah syahid, korban kebakaran adalah syahid, yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.”
(HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasa’i).

sumber : kisahislami.com

Monday, June 17, 2013

Hiduplah Sebatas Hari Harimu

Oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali
Galau, risau, Stress ?? 
Salah satu kesalahan manusia adalah menanggung beban masa depannya yang masih jauh pada saat sekarang ini. Bila seseorang berangan-angan maka pemikirannya beralih ke ruang tanpa batas, yang segera dipenuhi oleh bisikan, praduga dan kecemasan yang segera mencengkramnya.Keraguan dan kegelisahan  Itu semua akan menipu kita . Mengapa tidak hidup dalam batas harimu yang ini saja..
Psikolog Barat Dale Carnegi  telah meneliti sejumlah tokoh  sukses dari orang yang tidak terpengaruh masa depan tapi mencurahkan perhatian pada kondisi saat ini semata. Dengan cara yang cerdas ini hasilnya adalah keamanan bagi kondisi mereka saat itu dan sekaligus hari esoknya. Ungkapnya,” Kami tidak mengejar tujuan yang secara tiba-tiba terlintas dalam pikiran kami dari masa yang jauh. Kami hanya mengerjakan pekerjaan yang jelas dan nyata ada di hadapan kami hari ini ‘..nasihat dari seorang terkemuka di Inggris thomas Carlel.
Hidup dalam batasan hari ini menurut nasihat di atas sesuai pula dengan apa yang sudah dinasihatkan oleh Rasulullah SAW  “ Barang siapa bangun dipagi hari dengan hati tenang, badan yang sehat, memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah ditundukkan seluruhnya kepadanya. (H.R. At Tirmidzi)
Jika telah terbit subuh, Khalilullah Ibrahim As  berdoa ,  “ Ya Allah ini adalah ciptaan (hari) baru, maka bukakanlah ia untukku dengan ketaatan kepadaMU dan tutupllah dengan ampunan dan ridha-Mu. Ya Allah berilah aku rezeki di dalamnya dengan penerimaan yang baik dariku , tumbuhkan dan lipat gandakan ia untukku, dan ampunilah untukku keburukan yang aku ketahui ada padanya. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang ,  dan Maha Mulia,” Beliau berkata, “ Barang siapa yang berdoa dengan doa ini di pagi hari, maka ia telah mensyukuri harinya.”
Dalam keseharian Rasulullah SAW, beliau menunjukkah kebenaran cara ini dalam menata kehidupan, menghadapi setiap bagiannya dengan penuh semangat dan harapan baru. Apabila tiba waktu pagi Rasulullah berkata, “ Kami berada di waktu pagi, dan menjadilah kerajaan milik Allah. Segala puji bagiNya , tidak ada sekutu bagi Nya, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya tempat kembali.” Dan jika tiba waktu senja , beliau mengucapkan, “ Ya Allah , aku mendapati waktu sore dari Mu dalam kenikmatan, keafiatan dan perlindungan. Maka sempurnakanlah untukku nikmat Mu, ke’afiatan dari Mu dan perlindungan Mu di dunia dan akhirat…” (H.R. At Tirmidzi)
Sebagian manusia meremehkan pemberian Allah SWT kepadanya berupa keselamatan dan ketenangan diri dan keluarganya. Terkadang kelalaian besar ini semakin menjadi-jadi dan bertambah akibat hilangnya harta kekayaan dan kekuasaan. Sikap seperti ini sama halnya dengan lari dari kenyataan , merusak  agama dan dunia.
Konon, suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Abdullah bin Amir bin Ash, “ Bukankah aku ini termasuk orang miskin dari kalangan muhajirin?” Abdullah pun balik bertanya, “ Apakah engkau memiliki istri tempat mencurahkan kasih sayang? Dia menjawab , “ Ya.” Lalu Abdullah bertanya lagi , Apakah engkau memiliki rumah sebagai tempat tinggal ? Dia menjawab “ Ya.’ Maka Abdullah pun berkata” Engkau termasuk golongan orang kaya,” orang itu pun menambahkan “ saya juga memilliki seorang pelayan,” Lalu Abdullah berkata “ Kalau begitu engkau termasuk golongan Raja,” jawab Abdullah
Simak petuah Abu Hazim yang mengatakan “ sesungguhnya antara aku dan para raja itu sama-sama berada dalam hari yang sama. Hari kemarin sudah tidak mereka rasakan lagi lezatnya. Sedangkan esok hari , aku dan mereka sama-sama mengkhawatirkannya …Jadi yang ada hanyalah hari ini.” Sosok saleh yang fakir ini mengingatkan para raja dan bangsawan bahwa kelezatan hidup di masa lampau akan sirna bersama berlalunya hari.
Dengan demikian yang tersisa hanyalah “hari ini” dimana bagi orang yang berakal akan mengoptimalkannya pada setiap detiknya. Dalam bingkai “hari ini’ juga seorang yang mampu menata diri dan memantapkan tujuan akan berubah menjadi raja!
Hidup dalam batasan hari ini bukan berarti apatis dengan masa depan dan tidak mempersiapkan diri untuk menyongsongnya karena persiapan akan hal itu merupakan hal yang baik dan rasional. Hanya ada perbedaan antara perhatian dan kekhawatiran akan masa depan dengan menghadapinya secara berelebihan, juga ant  ara beraktivitas hari ini dan kecemasan tentang apa yang telah dipersiapkan untuk esok.  SO ? … just tawaqal kepada Allah
Pada hakikatnya , merasa cukup secara material, menerima dengan baik apa yang ada dalam genggaman dan tidak berpegang kepada angan-angan adalah inti dari kebesaran jiwa dan rahasia kemenangan atas berbagai krisis. Yaitu orang-orang yang tidak mengeluh atas kehilangannya, dan tidak merasa sombong bila karunia mendatanginya – LL/Gz

Sumber : eramuslim.com

Merancang Kematian yang Indah

 إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : (102
 
Kaum muslimin rahimakumullah…
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketakqawaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan….
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. ( Al-Ahzab : 56)
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Rutinitas kehidupan terkadang menyebabkan kita lupa pada kematian. Padahal, kematian itu adalah sebuah peristiwa besar yang pasti kita alami dan rasakan. Kematian adalah sunnatullah (sistem Allah) bagi setiap makhluk yang diberi-Nya kesempatan hidup di dunia ini, termasuk manusia, sebagaimana firman-Nya :
لُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan balasan (amal) kalian. Maka, siapa yang (hari itu) dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah sukses besar. Dan tidak adalah kehidupan dunia ini kecuali (sedikit) kenikmatan yang menipu. (QS. Ali Imran : 185)
Jika kematian itu adalah sautu kebenaran yang pasti kita rasakan, maka mengapa kita seakan acuh-tak acuh saja padanya? Mengapa kita seakan melupakannya? Mengapa kesibukan menjalani kehidupan sementara di dunia ini menyebabkan kita seakan tidak maksimal dalam menghadapi kematian?
esibukan kita dalam menjalani kehidupan sementara ini, benar-benar telah memalingkan hati dan pikiran kita dari kematian; satu peristiwa besar yang pasti menimpa diri kita semua. Hal tersebut terbukti bahwa konsentrasi kita mengumpulkan harta, menambah jumlah tabungan bank, mencari berbagai sumber uang untuk merancang dan membangun rumah di dunia dan berbagai kebutuhan hidup lainnya melebihi konsentrasi kita merancang kematian itu sendiri. Padahal kematian adalah suatu kepastian. Hampir setiap hari kita melihat kematian. Sedangkan kematian adalah penentu keberhasilan atau kegagalan dalam perjalanan panjang kita menuju Allah Tuhan Pencipta alam.
Oleh sebab itu, mari kita fokuskan hidup kita untuk merancang kematian, dengan cara mendesain hidup ini semuanya hanya untuk Allah dan dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya. Berbahagialah orang-orang yang diberi Allah kemudahan untuk mendesain semua aktivitas hidupnya hanya untuk Allah dan dapat dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul Muhammad Saw. Sebaliknya, celakalah orang-orang yang memilih jalan hidupnya selain jalan Allah, semua aktivitas hidupnya bukan untuk Allah dan dijalankan di luar ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Sebelum kematian tiba, kita akan melewati suatu fase yang bernama sakratulmaut. Sakratulmaut adalah pintu gerbang kita menuju kematian. Sakratulmaut adalah peristiwa yang amat menakutkan, karena saat sakrtaulmaut tiba, tak seorangpun dapat membantu dan menolong kita, kendati saat kritis itu, istri, sanak saudara dan handai tolan sedang mengelilingi kita. Kita akan bergulat sendirian dengan sakratul maut itu di tengah keramain orang-orang yang kita cintai dan sayangi. Semua mereka hanya dapat menatap kita dengan pandangan mata yang hampa. Saat itulah kita akan merasakan langsung apakah kita termasuk orang yang telah merancang kematian atau bukan. Apakah kita termasuk orang yang siap menghadapi kematian atau bukan.
Sakratulmaut adalah bahasa Al-Qur’an yang terdiri dari dua kata “sakrotan”; pecahan dari kata : سكر – يسكر – سكرا (sakiro – yaskaru – sakran) yang berarti “mabuk atau teler”. Kata “maut”; pecahan dari kata : مات – يموت – موتا (maata – yamuutu – mautan) yang berarti “mati”. Maka Sakratulmaut berarti “kondisi mabuk menghadapi saat kematian’.
Sakratulmaut juga dapat diakatakan sebagai warming up (pemanasan) kematian. Karena kematian itu sulit, berat dan amat sakit maka diperlukan pemanasan. Di samping itu, sebagaimana kehidupan pertama manusia memerlukan proses dan tahapan, maka kematian juga memerlukan proses dan tahapan agar bisa memasuki alam lain bernama Barzakh; sebuah alam yang jauh lebih besar dan sangat berbeda situasi, kondisi dan lingkungannya dengan bumi saat kita hidup di dunia.
Sakratulmaut adalah sesuatu yang ditakuti manusia. Faktanya, berbagai riset dan upaya telah dilakukan manusia untuk menghindarinya seperti, menciptakan obat-obatan untuk memperpanjang umur. Hal tersebut digambarkan Allah dalam firman-Nya :
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Saat datanglah Sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. (Q.S. Qaf: 19 )
Pertanyaan berikutnya ialah, apakah manusia mampu menghindari Sakratulmaut? Jawabannya tentu ‘mustahil’. Karena Sakratulmaut adalah voucher manusia untuk masuk ke Alam Barzakh, tempat penginapan mereka yang ketiga yang sudah disiapkan oleh Pencipta, Raja dan Pemilik alam semesta ini, yakni Allah Rabbul ‘Alamin, setelah kehidupan dalam rahim ibu mereka dan kehidupan di atas bumi. Mereka tidak akan dapat mengelak dan lari dari keharusan melewati sakratulmaut, sebagaimana mereka tidak bisa mengelak dan menghindar dari ketentuan dan kehendak-Nya ketika mereka diciptakan sebelumnya dari tidak ada menjadi ada.
Sebab itu, sebelum Sakratulmaut datang menghampiri kita, Allah sebagai Pemilik dan Pengendali jagad raya mengajak kita memikirkan dan menyaksikan kehendak, keputusan dan sistem-Nya tentang Sakratulmaut yang telah menjadi kenyataan sehari-hari yang kita saksikan seperti yang tercantum dalam surat Al-Waqi’ah berikut ini:
فَلَوْلا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ (83) وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ (84) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ (85) فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ (86) تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (87)
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, (83) padahal kamu ketika itu menyaksikan (orang yang sedang sekarat itu) (84) dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihatnya (85) maka kalaulah kamu tidak tunduk (pada Kehendak Allah) (86) (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya semula) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (Q.S. Al-Waqi’ah: 83 – 87)
Tentang kondisi Sakraulmaut tersebut, Sayyid Qutb menjelaskannya dengan begitu indah dan menarik dalam tafsirnya “Fii Zhilal Al-Qur’an”, sebagai berikut :
Apa gerangan yang akan Anda lakukan ketika nyawa telah berada di tenggorokan? Anda sedang berada di persimpangan jalan yang majhul (tidak diketahui). Kemudian, penggambaran Al-Qur’an yang inspiratif yang melukiskan semua dimensi sikap dalam sentuhan-sentuahan yang cepat, mengungkapkan semua kondisi yang sedang dihadapi, latar belakangnya dan semua yang akan menginspirasikannya… Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat (orang yang sedang sekarat itu) dan Kami (dengan malaikat-malaikat) lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihatnya…
Kita seakan mendengar suara tenggorokan orang yang sedang sekarat dan melihat tatapan wajahnya, merasakan bencana dan kesulitan (yang dihadapinya) lewat firman Allah, “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan”. Sebagimana kita juga bisa melihat tatapan wajah yang tak berdaya, putus asa yang dalam raut muka orang-orang yang hadir (di sekitar orang sedang sekarat itu) lewat firman-Nya “ padahal kamu ketika itu melihat (orang yang sedang sekarat itu)”.
Di sini, pada momen ini, sungguh ruh (nyawa) itu telah selesai dengan urusan dunia. Ia telah meninggalkan bumi dan seisinya. Ia akan menyambut dunia yang belum pernah ditempatinya…Ia tidak akan mampu lagi menguasai sesuatu selain dari apa yang pernah ia tabung sebelumnya… berupa kebaikan atau kejahatan yang dilakukannya…
Di sini, ia melihat, tapi ia tidak mampu membicarakan apa yang dilihatnya… Ia telah terpisah dari orang-orang yang ada di sekitarnya dan apa saja yang ada di sekelilingya…Hanya fisiknya yang bisa disaksikan oleh yang hadir di sekitarnya…Mereka hanya melihat begitu saja sedangkan mereka tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi dan tidak punya kuasa terhadapnya barang sedikitpun….
Di sini, kemampuan manusia terhenti… Ilmu pengetahuan manusia juga tidak berguna sebagaimana peran manusia juga tidak ada…Di sini, mereka mengerti, tapi tidak bisa membantahnya. Mereka lemah,…. lemah…..terbatas….terbatas…. Di sini layar diturunkan tanpa mereka lihat, tanpa sepengetahuan mereka dan tanpa kemampuan bergerak/berbuat.
Di sini, yang berperan hanya Qudrat Ilahiyah (Kekuasaan Allah)… Ilmu Ilahi…(Ilmu Allah)….Semua urusan murni milik Allah tanpa sedikitpun keraguan, tanpa bantahan dan tanpa ada kiat-kiat apapun. “dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu”. Di sini, terjadi kebesaran sikap yang membesarkan Kebesaran Allah… Kewibawaan dan kehadiran-Nya –Subhanahu Wata’ala – sedangkan Dia hadir setiap waktu. Ungkapan itu membangunkan perasaan akan suatu hakikat (kenyataan) yang dilupakan manusia.. Maka tiba-tiba, majlis yang menghadiri kematian merasakan seramnya (suasana) karena didominasi oleh ketakutan, kehadiran dan kebesaran-Nya…Yang mendominasi ialah ketidakberdayaan, ketakutan, keterputusan dan perpisahan…
Dalam kondisi liputan perasaan yang gemetaran, berdebar, putus asa, dan duka lara, datanglah tantangan (Keputusan Allah) yang memotong semua perkataan dan mengakhiri semua perdebatan : “. Maka jika kamu tidak tunduk (pada Kehendak Allah), (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Jika sekiranya masalahnya seperti yang kamu katakan : “sesungguhnya tidak ada perhitungan dan tidak ada balasan”, berarti kamu orang-orang yang bebas tanpa ada pembalasan dan perhitungan? Jika demikian, kamu mampu mengembalikan nyawa – yang sudah sampai di tenggorokan itu – agar kamu hindarkan ia dari kondisnya yang sedang menuju perhitungan dan balasan itu…Padahal kamu berada di sekitarnya dan sedang menyaksikannya, sedangkan ia berlalu menuju dunia yang besar, dan kamu diam saja dan tidak berdaya…
Di sini, gugurlah semua alasan, habislah semua argumentasi, punahlah semua kiat dan habislah bantahan…Dan tekanan hakikat (kenyataan) ini membebani diri manusia. Sebab itu, mereka tidak akan mampu bertahan,(dengan kondisi pembangkangannnya kepada Tuhan Pencipta) kecuali jika mereka tetap menyombongkan diri tanpa bukti dan argumentasi”
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Terkait dengan sakratulmaut, manusia terbagi kepada tiga golongan. Pertama, golongan “Muqarrabin”, yakni orang yang dekat dengan Tuhan Pencipta ketika berada di dunia. Kedua, “Ash-habul Yamin” (Golongan Kanan) yang merupakan bagian dari ‘Muqorrobin”. Ketiga, golongan “al-mukadzi-dzibin adh-dhallain”, yakni orang-orang yang menentang dan menantang kebenaran Tuhan Pencipta dan sistem hidup yang datang dari-Nya dan tersesat dari jalan yang benar. Tentang ketiga golongan ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ (88) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ (89) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (90) فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (91) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ (92) فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ (93) وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ (94) إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ (95) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (96)
“Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), (88) maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta Syurga kenikmatan.(89) Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, (90) maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.(91) Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang menolak (kebenaran Tuhan Pencipta dan apa saja yang datang dari-Nya) lagi sesat, (92) maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, (93) dan dibakar di dalam Neraka.(94) Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.(95) Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar (96)” (Q.S. Al-Waqi’ah: 88 – 96)
Ibnu Katsir, seorang ahli tafsir terkemuka menjelaskan ayat-ayat tersebut di atas dengan penjelasan yang sangat indah dan menarik. Alangkah baiknya kita simak penjelasan Beliau berikut ini : “ Inilah tiga suasana yang dialami oleh manusia ketika sakratulmaut. Adakalanya ia termasuk kaum ‘muqorrobin’ atau termasuk golongan yang ada di bawah mereka, “Ash-habul Yamin” , yaitu yang termasuk golongan kanan, dan ada yang teremasuk orang-orang yang mendustakan kebenaran, yang sesat dari petunjuk dan tidak tahu menahu tentang perintah Allah (al-mukadzi-dzibin adh-dhallain).
Itulah sebabnya Allah SWT berfirman, “Adapun jika dia termasuk orang yang didekatkan kepada Allah.” Mereka adalah orang-orang yang setia mengerjakan hal-hal yang diwajibkan dan di sunnahkan. Dan, meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dimakruhkan serta sebagian dari yang diperbolehkan. ”Maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta Syurga kenikmatan”. Dan, para Malaikat akan menyampaikan berita gembira itu ketika sakratulmaut tiba, sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits Al-Barra’, Para Malaikat rahmat akan mengatakan, ‘hai ruh yang baik dalam jasad yang baik, kamu telah memakmurkannya, keluarlah menuju ketenteraman, rezeki, dan Tuhan yang tidak murka’.
Ruh dan Raihan dalam ayat ini berarti rahmat, rezeki, kegembiraan, dan kesenangan. “Dan Syurga kenikmatan”.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Syafii’ dari Imam Malik dari Zuhri dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik dari Ka’ab bahwa Rasul saw, bersabda, “ Ruh seorang Mu’min itu berupa (bagaikan) burung yang bergelantungan pada pohon Syurga sebelum Allah mengembalikan ruh itu ke jasadnya ketika membangkitkannya kembali.” (pada hari kiamat nanti).
Abul Aliah mengatakan, “Tidak akan dipisahkan nyawa seorang muqarrabin sebelum dihadirkan kepadanya satu dahan dari kenikmatan Syurga, lalu ruhnya itu disimpan di sana.” Di dalam sebuah hadits shaheh dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ruh-ruh para Syuhada (orang-orang yang mati sedang berjihad menegakkan agama Allah) itu dalam tembolok burung hijau yang berterbangan di taman-taman Syurga kemana saja mereka kehendaki, kemudian bermalam pada pelita-pelita yang bergelantungan pada Arasy.”
Allah SWT berfirman, “Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan.”. Yaitu, jika orang yang sedang mengalami sakratulmaut itu termauk golongan kanan, “maka keselamatan bagimu, karena kamu termasuk golongan kanan.” Yaitu, para Malaikat akan menyampaikan kabar gembira itu kepada mereka. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, ’Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan Syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan dunia dan di Akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan di dalamnya kamu memperoleh pula apa yang kamu minta. Sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fush-shilat : 30 – 32)
Imam Bukhari mengatakan, “Maka salam sejahtera bagimu,” yaitu disampaikan salam kepadamu bahwa kamu termasuk golongan kanan.
Allah SWT berfirman, “ Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia akan mendapatkan hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam Neraka.” Yaitu, bila orang yang tengah mengalami sakratulmaut itu termasuk golongan yang mendustakan kebenaran dan sesat dari jalan petunjuk, “maka dia mendapatkan hidangan dari air yang mendidih,” Yaitu cairan yang akan melelehkan isi perut dan kulit-kulit mereka. ” Dan dibakar di dalam Neraka,” yaitu dia akan ditempatkan di dalam api Neraka yang akan menyelimutinya dari semua arah.
Kemudian Allah berfirman, “Sesungguhnya ini adalah suatu keyakinan yang benar,” yang tidak diragukan lagi. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Dan dia adalah berita yang menjadi saksi. “Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang Maha Besar.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa U’qbah bin Amir Al-Juhani berkata, “Maka bertasbihlan dengan nama Tuhanmu yang Maha Besar, (subhana Robiyal ‘Azhim)‘ Rasulullah mengatakan, ‘Jadikanlah ayat ini bacaan ruku’ kamu.’ Dan ketika turun wahyu kepada beliau, ‘Maka sucikanlah Tuhanmu yang Maha Tinggi,’(subhana Robbiyal A’la). Rasulullah mengatakan, jadikanlah ayat ini sebagai bacaan sujud kamu.”
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Setelah kita melewati “Sakratulmaut” berarti kita sedang berada pada batas terakhir dari perjalanan kita di dunia dan di batas awal memasuki dunia baru yang bernama Barzakh. Untuk memasuki dunia baru tersebut terlebih dulu kita harus membuka pintu masuknya. Pintu masuknya itu bernama “Kematian”. Ya, Kematian… Itulah fase yang harus kita lewati setelah melewati fase Sakratulmaut. Dengan kematian itu kita berhak mendapatkan tempat di alam Barzakh.
Kematian adalah sesuatu yang ditakuti banyak orang. Kendati pada kenyataanya, tidak ada seorangpun yang dapat menghindari atau lari dari kematian itu. Siapapun dia, Presidenkah, Rajakah dia, Konglomerat kah dia, Jendral berbintang lima kah dia, di mana dan kapanpun mereka berada. Mereka pasti mati. Selama mereka memiliki nyawa, pasti akan mengalami kematian. Hal ini telah menjadi ketentuan dan kehendak Tuhan Pencipta sebagaimana di jelaskan-Nya dalam surat Ali Imran ayat 185 dan Surat An-Nisa’ ayat 78 berikut ini :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ…..(185)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (Q.S. Ali Imran: 185)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ (78)
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…. (Q.S. An-Nisa’ : 78)
Kematian sudah ditentukan bagi setiap yang bernyawa. Kematian tidak perlu dicari, karena ia yang mencari setiap yang bernyawa. Kematian tidak bisa diwakilkan, dipindahkan atau take over oleh yang tidak berhak, karena petugas kematian, yakni Malakul Maut yang diberikan tugas khusus mengurusinya belum pernah menerima sogokan dan tidak akan pernah. Karena semua Malaikat melakukan semua apa yang diperintahkan Allah kepada mereka, tanpa sedikitpun disimpangkan apalagi dimanipulasi, seperti yang Allah jelaskan :
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ (11)
“Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (Q.S.As-Sajdah (32) :11)
Demikian juga, bahwa kematian akan datang pada saatnya atau ketika ajal (batas)nya habis. Kematian tidak bisa diundurkan kendati barang sedetik. Tidak sedikit orang yang mencoba untuk mengundurkan kematian, tapi usahanya gagal dan sia sia belaka. Karena kematian adalah pintu masuk tempat tinggal sementara ketiga kita, yakni alam Barzakh. Maka, kitapun harus memasukinya, karena jatah menginap di penginapan di dunia sudah habis serta tempat kita di dunia sudah dibooking Malaikat untuk penghuni lain selain kita. Allah telah mengingatkan kita tentang hal ini dan apa yang harus kita lakukan sebelum kematian (maut) itu menjemput kita, seperti tercantum dalam firman-Nya berikut ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (9) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (11)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.(9) Dan belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhan Penciptaku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?” (10) Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (11)” (Q.S. Al-Munafiqun : 9 – 11)
Nah, sebelum kita dijemput Kematian (Maut) yang waktunya Allah rahasiakan… Ia bisa datang saat ini, satu detik setelah ini, satu menit setelah ini, satu jam setelah ini, satu hari setelah ini, satu pekan setelah ini, satu bulan setelah ini, atau satu tahun setelah ini dan seterusnya….Sebelum Kematian menjemput kita, cobalah gunakan kecerdasan Spiritual, Emotinal dan Intellectual yang Allah berikan kepada kita untuk menangkap rahasia di balik Kematian itu. Lalu, tanya diri kita dengan jujur seputar pertanyaan-pertanyaan berikut :
  1. Siapa yang menghadirkan saya ke dunia ini?
  2. Apakah saya sudah mengenal Tuhan Pencipta saya dengan baik?
  3. Apakah saya sudah mengenal Kitab Petunjuk Hidup (al-Qur’an) yang diturunkan-Nya untuk saya?
  4. Apakah saya sudah mengenal seorang manusia bernama Muhammad Bin Abdullah yang diutus-Nya untuk menjelaskan isi Kitab Petunjuk Hidup tersebut?
  5. Apakah saya akan hidup di dunia ini selama-lamanya?
  6. Tidak cukupkah kematian manusia yang saya lihat setiap hari di atas muka bumi ini dengan berbagai sebab, seperti gempa bumi, tsunami, angin topan, banjir bandang, perang, sakit jantung, darah tinggi dan bahkan ada yang tidak sakit sama sekali, menjadi pelajaran berharga bagi diri saya dan saya juga pasti akan mengalaminya, masalahnya hanya tinggal waktu?
  7. Bagaimana pandangan saya terhadap kehidupan dunia ini?
  8. Bekal apa yang sudah saya siapkan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian?
  9. Apakah saya sudah mengevaluasi hidup saya sejak masa baligh (dewasa) sampai saat ini?
  10. Sudahkah saya memiliki 10 Katrakter Mulia yang menjadi syarat kesuksesan hidup saya di dunia dan di akhirat nanti, yakni aqidah bersih, ibadah benar, akhlak kokoh, wawasan luas, memiliki skil kehidupan, fisik sehat dan kuat, mampu mengendalikan syahwat, urusan teratur, manajemen waktu baik dan memiliki tanggung jawab sosial.
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Demikianlah khutbah ini, semoga Allah menolong kita dalam merancang kematian yang akan kita hadapi. Semoga Allah membuka peluang bagi kita untuk meraih kematian dengan predikat al-muqarrabin atau minimal ashabul yamin dan melindungi kita dari termasuk golongan al-mukadz-dzibin adh-dhallin….
Dan semoga Allah berkenan membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus, yaitu jalan para nabi, shiddiqin, syuhadak dan sholihin. Allahumma amin… (Mh)
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم …..


Sumber : eramuslim.com 

Monday, June 10, 2013

Q-DING Manajemen Lisan Seorang Muslim

ditulis by : Megawati


MANAJEMEN LISAN
SEORANG MUSLIM
Oleh ustadz Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman
hafidzahullah



MUQODDIMAH
Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya adalah nikmat lisan dan kemampuan berbicara. Allah menggambarkan besarnya nikmat lisan ini dalam beberapa ayat, di antaranya:
أَلَمۡ نَجۡعَل لَّهُ ۥ عَيۡنَيۡنِ (٨) وَلِسَانً۬ا وَشَفَتَيۡنِ
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. (QS. al-Balad [90]: 8-9)
Berbicara merupakan keistimewaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ (٣) عَلَّمَهُ ٱلۡبَيَانَ
Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. (QS. ar-Rahman [55]: 3-4)
Sebagai isyarat bahwa penciptaan manusia terbedakan dengan makhluk yang lain dengan kemampuan berbicara.[1]
Bahkan karena besarnya nikmat lisan dan berbicara ini, Allah menjanjikan surga bagi orang yang mampu menjaga lisannya. Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يضمن لي ما بين لحييه وما بين رجليه أضمن له الجنة
Siapa saja yang menjamin kepadaku untuk menjaga yang di antara dua lihyah-nya (lisan), dan di antara dua kakinya (kemaluan), maka aku jamin baginya surga.”[2]
Akan tetapi, sebagian manusia tidak menggunakan nikmat ini dalam perkara yang bermanfaat dan ketaqwaan. Mereka tidak menggunakan lisan mereka untuk membaca al-Qur’an atau berbicara kebaikan! Bahkan sebaliknya, mereka menggunakan lisan mereka untuk perkara-perkara yang haram seperti menggunjing, namimah, dusta, dan sebagainya.
Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya manusia akan ditanya oleh Allah akan nikmat lisan. Sebagaimana Allah berfirman:
يَوۡمَ تَشۡہَدُ عَلَيۡہِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيہِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Pada hari [ketika], lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. an-Nur [24]: 24)
Oleh karenanya, wajib bagi setiap muslim menjaga lisan dan pembicaraannya untuk ketaatan kepada Allah, agar tidak menjadi petaka bagi dirinya.
PERINTAH MENJAGA LISAN
Sangat banyak dalil-dalil yang memerintahkan (kita, -ed) untuk menjaga lisan, di antaranya:
  1. Dari al-Qur’an
Allah berfirman:
قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (QS. al-Mu’minun [23]: 1)
Siapakah orang-orang yang beriman yang beruntung ini? Bagaimanakah sifat mereka? Allah melanjutkan firman-Nya:
ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِہِمۡ خَـٰشِعُونَ (٢) وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ
[yaitu] orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, (2) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna. (QS. al-Mu’minun [23]: 2-3)
Imam asy-Syinqithi rahimahullah berkata: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan sifat-sifat orang mukmin yang beruntung adalah mereka yang berpaling dari sesuatu yang tidak berguna, termasuk dalam hal ini antara lain perbuatan dan perkataan yang tidak ada manfaatnya, berupa main-main, senda gurau, atau perbuatan yang dapat mengurangi muru’ah (kehormatan)nya.”[3]
Allah juga berfirman:
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ۬
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qof [50]: 18)
2. Dari Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيراً أو ليصمت
Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diamlah!”[4]
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini sangat jelas, hendaklah seseorang tidak berbicara kecuali apabila perkataannya membawa kebaikan, dan kapan saja ia ragu untuk membawa kebaikan dalam perkataannya, maka hendaklah ia tidak berbicara.”[5]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.”[6]

BILA INGIN BERBICARA
Ketahuilah, lisan adalah penerjemah dari ungkapan yang tersimpan dalam hati. Kalimat yang telah terucap belum tentu bisa diralat. Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang yang berakal mengontrol ucapan yang keluar dari lisannya.
Imam al-Mawardi rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah, bila ingin berbicara ada syarat-syarat yang harus diperhatikan, orang yang berbicara tidak akan selamat kecuali dengan memperhatikan syarat-syarat ini, yaitu:
Pertama: Hendaknya pembicaraan itu karena ada dorongan dan tujuan yang melatarbelakanginya, baik karena ingin memberi manfaat atau menolak bahaya.
Kedua: Hendaknya pembicaraan itu tepat sasaran yang diinginkan, tidak tergesa-gesa atau terlambat hingga tidak mengenai sasaran yang dituju.
Ketiga: meringkas pembicaraan sesuai dengan kebutuhan saja.
Keempat: Memilih kata-kata yang pas dan sesuai ketika berbicara, karena ucapan adalah gambaran karakter dan kepribadian seseorang.[7]

BEGINILAH GAMBARAN LISAN RASULULLAH
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah menuturkan tentang lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkataannya: “Sungguh aku telah mengabdi (kepada, -ed) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, dan tidaklah pernah beliau berkata sama sekali kepadaku terhadap perbuatan yang aku kerjakan, ‘uff’ (ah), juga tidaklah beliau berkata kepadaku terhadap perbuatan yang aku kerjakan, ‘Mengapa engkau mengerjakannya?’ Dan tidaklah beliau berkata kepadaku terhadap pekerjaan yang belum aku kerjakan, ‘Tidakkah engkau kerjakan ini!’.”[8]
Demikianlah lisan suri teladan umat Islam, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa indahnya lisan beliau. Tidaklah beliau berucap kecuali ucapan yang baik. Kemudian, bandingkanlah dengan lisan-lisan kita. Betapa banyak kita mengatakan kalimat “ah”, sebuah kalimat yang ringan untuk diucapkan; juga kalimat “Tidakkah engkau kerjakan ini?”, sebuah lontaran yang sering kita katakan; padahal kedua kalimat tersebut sangat dihindari oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

MEWAPADAI BAHAYA LISAN
 

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar seorang muslim selalu berlindung dari bahaya da jeleknya lisan. Syakal bin Humaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepada beliau: ‘Wahai Rasulullah, ajarilah saya sebuah do’a yang saya dapat berlindung dengannya.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil tanganku seraya berkata, ‘Ucapkanlah:
اللهم اني أعوذبك من شر سمعي ومن شر بصري ومن شر لساني ومن شر قلبي ومن شر مني
‘Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kejelekan pendengaran, dari kejelekan penglihatan, dari kejelekan lisan, dari kejelekan hati, dan dari kejelekan angan-angan’.”[9]
Bahaya lisan tidak bisa dipandang sebelah mata, karena petaka dan ancamannya sangat keras, di antaranya:
1.       Menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين فيها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak diperhatikan (baik dan buruknya) menyebabkan ia tergelincir ke neraka dengan jarak yang lebih jauh daripada jarak timur ke barat.”[10]
Suatu ketika, Sahabat mulia Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah kita akan disiksa dengan sebab ucapan kita?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Celaka engkau wahai Mu’adz, tidaklah manusia tersungkur di atas wajah-wajah danhidung-hidung mereka di dalam neraka melainkan akibat ucapan lisan-lisan mereka.”[11]
2.       Kebanyakan dosa manusia berawal dari lisan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أكثر خطا يا إبن آدم في لسانه
Paling banyak kesalahan anak Adam bersumber dari lisannya.”[12]
3.       Ancaman yang keras
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ
Wahai sekalian orang-orang yang selamat lisannya sedangkan iman belum mengakar dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah kalian mencelanya, jangan mengorek-orek aurat mereka. Karena barangsiapa yang mengorek-orek aurat saudaranya (yang –ed) muslim, maka Allah akan membuka auratnya, dan barangsiapa yang Allah buka auratnya, Allah akan tampakkan aibnya walaupun di celah rumahnya.”[13]
4.       Orang yang paling dibenci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Orang yang tidak mampu menjaga lisannya adalah orang yang paling dibenci dan dijauhkan kedudukannya pada hari kiamat kelak. Berdasarkan hadits:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَ أَقْرَبِكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقًا, وَ إِنَّ مِنْ أَبْغَضِكُمْ إِلَيَّ وَ أَبْعَدِكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الثَّرْثاَرُوْنَ وَ الْمُتَشَدِّقُوْنَ وَ الْمُتَفَيْهِقُوْنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارِيْنَ وَ الْمُتَشَدِّقِيْنَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُوْنَ؟ قَالَ: الْمُتَكَبِّرُوْنَ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang paling aku cintai danpaling dekat kedudukannya kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh kedudukannya kelak pada hari kiamat adalah ats-tsartsarun[14], al-mutasyaddiqun[15], al-mutafaihiqun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami paham ats-tsartsarun dan al-mutasyaddiqun, tetapi siapakah al-mutafaihiqun itu?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang sombong.”[16]
5.       Tercegahnya kebaikan
Dari Ubadah bin Shomith radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku keluar untuk mengabari kalian waktu Lailatul Qodr, kemudian ada dua orang yang saling mencela dan bertengkar, ternyata aku menjadi lupa kapan waktu tersebut. Semoga hal itu menjadi baik bagi kalian, carilah pada malam ke-29, 27, 25.”[17]
Perhatikanlah hadits ini wahai saudaraku, bagaimana berita tentang waktu Lailatul Qodr bisa hilang karena sebab dua orang yang bertengkar dan saling mencela!!

BENTUK-BENTUK PETAKA LISAN
Di sini kami hanya akan menyebutkan sebagian dari contoh-contoh petaka lisan yang banyak dikerjakan oleh mayoritas manusia, di antaranya:
1.       Syirik kepada Allah
Syirik adalah menyekutukan Allah dalam perkara-perkara yang menjadi kekhususan-Nya. Misalnya, memalingkan salah satu jenis ibadah seperti do’a dan selainnya kepada selain Allah. Sungguh betapa banyak ucapan yang terlontar oleh lisan (yang, -ed) menjerumuskan seseorang dalam kesyirikan, seperti bersumpah kepada selain Allah yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat. Contoh sederhana, ucapan “Demi kehormatanku, aku berjanji…”, dan sebagainya.
Dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya suatu ketika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu mendengar seseorang bersumpah dengan mengatakan: “Tidak, demi Ka’bah.” Maka Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah melakukan kesyirikan.”[18]
Atau contoh lain yang terucap oleh lisan seperti senandung, puji-pujian, dan sholawat yang berbau syirik, seperti ucapan, “Ya Robbi bil Musthofa balligh maqoshidana.” (Wahai Robbku, dengan perantara Nabi, sampaikanlah maksud-maksud kami.), sungguh sholawat semacam ini adalah kekeliruan besar, karena termasuk bentuk tawassul kepada zat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggal!!
2.       Berduta atas Allah dan Rosul
Hal ini juga terlarang, Allah berfirman:
فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوۡ كَذَّبَ بِـَٔايَـٰتِهِۦۤ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ يَنَالُهُمۡ نَصِيبُہُم مِّنَ ٱلۡكِتَـٰبِ‌ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوۡنَہُمۡ قَالُوٓاْ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡ تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ‌ۖ قَالُواْ ضَلُّواْ عَنَّا وَشَہِدُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَنَّہُمۡ كَانُواْ كَـٰفِرِينَ
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab [Lauh Mahfuzh]; hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami [malaikat] untuk mengambil nyawanya, [di waktu itu] utusan Kami bertanya: “Di mana [berhala-berhala] yang biasa kamu sembah selain Allah?” Orang-orang musyrik itu menjawab: “Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS. al-A’raf [7]: 37)
Berdusta atas nama Allah dan Rosul-Nya bentuknya beragam, seperti berdusta dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan penafsiran yang tidak pantas, atau seperti memutarbalikkan perkara yang halal dan haram yang telah mapan dalam agama ini.
3.       Fatwa tanpa ilmu
Sungguh fenomena yang tak dapat dipungkiri, maraknya fatwa dari para da’i atau ustadz yang berlagak alim adalah petaka lisan yang sangat besar akibatnya. Betapa banyak karena sebab fatwa tanpa ilmu, manusia terjatuh dalam kesyirikan, kebid’ahan, bahkan –yang lebih parah- berdusta atas nama Allah dan Rosul. Sungguh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari telah mengabarkan hal ini dalam sabdanya:
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu ini begitu saja. Akan tetapi, Dia mencabut ilmu ini dengan mematikan para ulama, sehingga apabila Allah tidak menghidupkan seorang alim pun, maka manusia mengangkat tokoh-tokoh agama yang jahil (bodoh), lalu ketika mereka ditanya maka mereka menjawab tanpa ilmu, mereka itu sesat dan menyesatkan.”[19]
Maka hendaknya saudara-saudaraku berhati-hati dalam masalah agama ini, janganlah kita sembarangan berfatwa tanpa ilmu.
4.       Pembicaraan yang tidak bermanfaat
Ketahuilah, orang yang menyadari akan mahalnya waktu, tidak akan membiarkan waktunya berlalu begitu saja dengan obrolan yang tidak bermanfaat. Bahkan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat termasuk indikasi bagusnya Islam seseorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meniggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.”[20]
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengatakan: “Barangsiapa yang mengetahui bahwa ucapannya termasuk amal perbuatannya, maka dia akan sedikit berbicara kecuali untuk perkara yang bermanfaat.”[21]
5.       Ghibah
Ghibah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ, قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيْلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu dengan sesuatu yang ia benci.” Kemudian ada yang bertanya: “Bagaimana jika yang aku katakan memang ada padanya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Jika yang engkau katakan memang ada pada dirinya maka itulah ghibah. Jika tidak maka engkau telah berbuat dusta padanya.”[22]
Tidak diragukan lagi, ghibah hukumnya haram. Maka janganlah engkau biarkan lisanmu membicarakan saudaramu yang membawa engkau terjatuh dalam dosa. Allahul Musta’an.
Sumber: majalah AL FURQON No. 108, Rubrik Adab Islamiyyah  dan Tazkiyatun Nufus Hal.  49-53
[1] Adz-Dzari’ah ila Makarim asy-Syari’ah hlm. 191 al-Ashfahani
[2] HR. Bukhari: 6474
[3] Adhwa’ul  Bayan 5/310 asy-Syinqithi
[4] HR. Bukhari: 6018 dan Muslim: 47
[5] Syarh Riyadhush Shalihin 6/115 Ibnu Utsaimin.
[6] HR. Bukhari: 10 dan Muslim: 40
[7] Adabud Dunya wad Din hlm. 434-435 al Mawardi –tahqiq: Yasin Muhammad as-Sawwas
[8] HR. Bukhari: 5691 dan Muslim; 2309
[9] HR. Abu Dawud: 1551, Tirmidzi: 3492, Nasa’i: 5470. (Lihat Shahih Abu Dawud: 1372)
[10] HR. Bukhari: 6112 dan Muslim: 2988
[11] Lihat yakhrij lengkapnya dalam ash-Shahihah no. 412
[12] HR. Thobaroni, Ibnu Asakir, dan lain-lain. (Lihat ash-Shahihah no. 534)
[13] HR. Tirmidzi: 2032. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat-Tarhib no. 2339
[14] Ats-Tsartsarun adalah orang yang banyak bicara.
[15] Al-Mutasyaddiqun adalah orang yang mengumbar omongan hingga tidak terkontrol.
[16] HR. Tirmidzi: 2018, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah: 791
[17] HR. Bukhari: 2023