Monday, December 16, 2013

Yuk, Sehat Dengan Shalat Dhuha

Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Setiap tulang dan persendian badanmu ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Maka yang dapat mencukupi hal itu hanyalah dua raka’at yang dilakukannya dari sholat dhuha,” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Meraih sehat tidak hanya dengan cara berolahraga, tapi bisa diraih lewat beribadah, salah satunya dengan ibadah sholat dhuha. Rasulullah Saw bersabda “Shalat dhuha itu shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR. Muslim).
Berdasarkan hadist tersebut waktu utama Shalat Dhuha adalah diakhirkan yaitu ketika matahari telah mulai menyengat, pasir mulai panas sehingga panasnya dirasakan oleh kaki anak-anak unta. Jika menurut kondisi di Indonesia antara pukul 10-11.00, atau lebih dari itu tapi hati-hati terhadap waktu haram yang muncul sekitar pukul 11.30 sesuai waktu dzuhurnya. Pada waktu-waktu tersebut tubuh memerlukan energi dan harus bersiap menghadapi strees yang menempa.
Oleh karena itu pada waktu-waktu tersebut kita membutuhkan peregangan untuk kesiapan kita menyongsong hari penuh tantangan. Caranya adalah dengan melaksanakan shalat Dhuha. Jika tidak memungkinkan dikerjakan pada waktu-waktu utama, shalat dhuha bisa dilakukan di awal sebelum melakukan aktivitas harian.
Apa hubungannya peregangan dengan shalat Dhuha? Rasulullah Saw menyebutkan peregangan dengan ungkapan santun yaitu “Hak dari tiap persendian”. Seperti yang diriwayatkan Buraidah r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda “Dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian dan ia wajib bersedekah untuk tiap persendiannya.” Para sahabat bertanya , “Siapa yang sanggup, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ludah dalam masjid yang dipendamnya atau sesuatu yang disingkirkannya dari jalan. Jika ia tidak mampu, maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya” (H.r. Ahmad dan Abu Dawud).
Dr. Ebrahim Kazim, seorang dokter, peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy menyatakan, “Repeated and regular movements of the body during prayers improve muscle tone and power, tendon strength, joint flexibility and the cardio-vascular reserve.” Gerakan teratur dari shalat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap sistem kardiovaskular.
Itulah peregangan dan persiapan untuk menghadapi tantangan, tapi bedanya dengan olah raga biasa adalah: pahalanya yang luar biasa! Abu Darda’ r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman : “wahai anak adam, shalatlah untuk-ku empat rakaat dari awal hari, maka aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya” (shahih al-jami: 4339).
Selain sebagai peregangan untuk menyongsong hari yang penuh tantangan, Shalat Dhuaha mampu menghilangkan resiko stress yang timbul karena kesibukan yang kita lalui. Dengan melaksannakan Shalat Dhuha kita rehat sejenak dari segala aktifitas sehingga kita merasa rilek dan stres pun terhindarkan. Dr. Ibrahim Kazim menyatakan bahwa secara bersamaan, ketegangan di pikiran akan berkurang disebabkan komponen spiritual saat sholat, dengan adanya sekresi enkefalin, endorphin, dinorfin dan semacamnya “Simultaneously, tention is relieved in the main due to the spiritual component, assisted by the secretion of enkephalins, endorphins, dynorphins, and others.”
Enkefalin dan endorphin merupakan zat sejenis morfin, termasuk opiat. Efek keduanya tidak berbeda dengan opiat lainnya. Zat semacam ini meredakan ketegangan. Bedanya, enkefalin dan endorphin merupakan zat alami yang diproduksi oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol. Jika morfin non-alami bisa memberi rasa tenang dan senang namun kemudian ketagihan dan memberikan efek negatif bagi tubuh, maka endorphin dan enkefalin tidak. Zat ini memberi rasa tenang, rileks, bahagia, lega secara alami. Hasilnya, seseorang tampak jauh lebih pede, optimis, hangat dan menyenangkan.
Marilah kita amalkan Shalat Dhuha sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah Swt dan rasakan manfaatnya yang luar biasa bagi kesehatan! [islampos]

Friday, December 13, 2013

Cara Kanan Memberlakukan Uang




Islamedia - Anda ingin beruang? Maksud saya, punya banyak uang, baik dan berkah?  Ada caranya. Murah dan mudah, namun agak tidak lumrah.  Yang utama adalah mengubah "cara pandang" kita tentang uang. 

Anggaplah uang itu “hidup”, bisa berteman dan bersosialisasi sebagaimana kita. Dan perlakukan dia dengan baik. 


Jika uang sedang “istirahat” di dompet kita, atur dia yang baik. Luruskan dan rapikan, seperti petugas bank memperlakukannya. Uang seratus ribu disatukan dengan seratus ribu, dan lima puluh ribu dengan lima puluh ribu. Angka dengan angka, gambar dengan gambar, dan kepala dengan kepala. 

Jika kita memperlakukan uang seperti itu, maka dia akan merasa nyaman, senang dan bahagia di dompet kita. Dia kerasan. Jika kita membelanjakannya, dia akan woro-woro, membuat pengumuman kepada teman-temannya sesama uang besar.  Tidak itu saja, dia juga akan mempengaruhi dan mengajak teman-temannya, uang seratus dan lima puluh ribu, untuk mampir ke dompet kita. Dia akan promosi bahwa dompet kita adalah rumah yang aman, nyaman, yang  full AC dan full audio. Kulkas juga ada. Makanya, pastikan uang di dompet kita cuma cepek dan goban, dua pecahan rupiah terbesar. 

Kenapa? Karena umumnya uang cepek bersahabat  baik dengan cepek, dan uang goban suka ber-soulmate dengan goban. So yang akan mereka ajak juga uang besar. Kalau kita menyimpan uang seribu dan coin, dia juga akan mengajak sesama uang receh. Bahaya. Dompet kita bisa penuh tapi cuma isi uang seribu dan coin

Trus, bagaimana dengan  pecahan dua puluh ribu rupiah ke bawah? Gampang. Berapapun itu, taruh di laci mobil atau saku. Jangan di dompet. Itu untuk jatah sedekah kepada pengemis dan pengamen. Juga untuk uang parkir dan bayar tol. Sedekah kok uang receh? Siapa bilang?! Karena uang di dompet kita hanya bilangan seratus dan lima puluh ribu, maka ketika shalat di masjid, bertemu cleaning service, room boy atau tergerak sewaktu-waktu kepada orang yang membutuhkan di jalan, sedekahnya pasti minimal lima puluh rebu! Mosok laci mobil mau dibawa kemana-mana? Yang bener ajja.

Jangan sekali-sekali menyimpan uang di dompet secara berantakan dan campur baur. Kaki disatukan dengan kepala, gambar dengan angka, seratus ribu dengan seribu dan dua ribu. Bisa pusing dia. Mengamuk. Jika keluar dompet, dia tidak mau kembali lagi kepada kita. Kapok.

Jika dompet kita sedang kosong blong alias tongpes, tenang saja. Tetap santai. Cool, calm and confidence. Bayangkan saja, kita sedang hadir di acara jamuan makan atau resepsi  sebagai undangan VVIP.  Di meja kita ada lima orang,dan semua diberi minuman segelas penuh. Diantara lima orang itu ada satu orang yang sudah minum habis, yaitu kita.  Yang lain masih penuh, belum diminum sama sekali. Kemudian lewatlah seorang pelayan cantik di depan meja kita. Begitu sang pelayan melihat meja kita, dia menawari minuman tambahan. Pertanyaannya: Siapa yg ditawari, yang gelasnya sudah habis atau yang masih penuh? Tentu saja yang sudah kosong. So, ketika dompet kita sedang kosong, pikirkan dan katakan kepada diri kita sendiri, “Sebentar lagi, pasti ada yang menawari uang”. 

Kalau mau kreatif sedikit, pas momentum yang tepat, misalnya ketika sedang bersua pengemis tua yang buta dan kelaparan, silakan curhat kepada Tuhan, “Ya Tuhan, kasihan sekali Pak Tua itu. Tapi, beginilah kalau saya tidak punya uang. Tidak kuasa membantunya. Oleh karena itu, Ya Tuhan. Berilah saya uang yang halal, baik dan melimpah, agar bisa membantu Pak Tua dan lebih sering berbagi kepada sesama".

Kalau mau lebih powerful, untuk memelihara diri agar rezeki lancar tiada henti, siapkan kota amal di dekat tempat tidur. Begitu bangun pagi, langsung take action sedekah minimal lima puluh ribu rupiah.  Soal distribusinya kepada fakir miskin, anak yatim, dan lain-lain, itu mudah. Bisa besuk, lusa, sepekan atau sebulan kemudian. Yang jelas itu uang sedekah, dan sudah bukan uang kita lagi.

Mohon agar selalu tetap diingat. Kita, manusia, adalah makhluk (ciptaan) Tuhan yang paling mulia. Manusia lebih mulia daripada jin dan syetan, hewan dan tumbuhan. Juga jauh lebih mulia daripada alam, gunung, laut dan batu. Dan uang itu bukan ciptaan Tuhan, tapi ciptaan manusia. Tentulah derajat ciptaan manusia jauh lebih rendah daripada ciptaan Tuhan. Maka, derajat uang itu juga jauh lebih rendah daripada batu dan besi. So, jangan pernah mau diperbudak uang. 

Tuhan (Khaliq) tidak membutuhkan manusia (makhluq), tapi manusialah yang membutuhkan Tuhan. Logikanya, manusia (pencipta) tidak membutuhkan uang (yang dicipta), tapi uanglah yang membutuhkan manusia.  Maka jangan tempatkan uang di hati, tapi di tangan. Dan jangan jadikan uang sebagai tujuan, tapi sekedar sarana. Sarana untuk berbuat baik: untuk zakat, sedekah, qurban, memberi nafkah kepada keluarga, dan lain-lain kebajikan. Wallaahu a’lam.[Yahya Amin/Islamedia]

Credit : Islamedia.web.id

Sunday, December 8, 2013

Resensi Buku "Breaking The Time"



Judul buku      : Breaking The Time
Penulis             : Satria Hadi Lubis
            Bismillahirrahmanirrahim pada kesempatan kali ini saya akan mencoba mengulas buku ‘Breaking The Time’ karya Satria Hadi Lubis. Buku ini menjelaskan Kiat memaksimalkan keterbatasan waktuagar hidup lebih dahsyat. Dalam buku ini ada pendahuluan yang menjelaskan pengantar dan siapa yang cocok membaca buku ini. Kalian yang katanya sibuk dan susah mengatur waktu pasti cocok sekali baca buku ini. Dalam buku ini juga ada lima BAB yang menjelaskan bagaimana kita bisa mengatur waktu nantinya secara spesifik.
             Pada Bab pertama dalam tahapan manajemen waktu adalah membuat misi. Misi menunjukkan siapa kita dan untuk apa kita berbuat di dunia. Dalam dunia bisnis ada misi yang ingin dicapai,tentu setiap manusia pun ada. Ketika misi digunakan dalam lingkup perseorangan , misi berarti kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh seseorang. Misi juga merupakan asas dari setiap pribadi. Misi ada yang negative dan positif. Misi hidup positif adalah misi hidup yang luhur. Misi yang dipengaruhi oleh nilai-nilai prinsip seperti kebaikan, kejujuran, keadilan, kedamaian, kesejahteraan,kesetiaan, keselamatan, ketentraman, dan kebahagiaan. Sebaliknya misi negative dipengaruhi nilai-nilai yang hedonis ,semu seperti kedustaan, kelicikan, kezhaliman, kesewenangan, kejahatan, kekikiran, keegoisan, dan ketidaksetiaan. Ada beberapa cirri misi yaitu; luhur, fleksibel, menarik, spiritual, jelas, dan singkat. Lalu ada beberapa cara membuat misi dengan menjawab enam pertanyaan unsur misi. Setelah menjawab pertanyaan tersebut digabungkan menjadi kalimat yang singkat dan jelas. Contoh ada di buku ini dengan jelas digambarkan.
            Pada Bab dua dalam tahapan manajemen waktu adalah menentukan peran. Ketika punya misi sangat rugi jika tidak diaplikasikan. Ketika mengaplikasikan misi, kita mengaplikasikannya dalam berbagai peran hidup kita. Peran adalah posisi atau kedudukan dimana seseorang diharapkan melakukan perilaku tertentu. Dalam kehidupan ini banyak orang yang punya bermacam-macam peran. Ada peran yang utama dan juga pembantu. Karena itu butuh yang namanya keseimbangan antar peran. Untuk itu kita perlu menciptakan sinergi antar peran untuk menghemat banyak waktu dan tenaga. Ada dua langkah untuk menentukan peran. Pertama kita harus menginventarisasi peran kita yang ada selama ini. Tidak ada patokan jumlahnya karena setiap orang berbeda. Kemudian yang kedua setelah peran kita terdata maka langkah kita adalah menyeleksinya. Ada dua tahapan seleksi. Yang pertama dengan menyisihkan peran yang tidak sesuai dengan misi hidup. Yang kedua dengan mengelompokkan peran sejenis. Contoh-contohnya sangat jelas di buku, anda harus berani dalam menyisihkan peran yang tidak sesuai dan menggabungkan peran sejenis.
            Pada Bab tiga dalam tahapan manajemen waktu adalah membuat visi peran.  Setelah punya peran kita diajak bermimpi. Kita bermimpi tentang masa depan nantinya yang sesuai misi hidup kita. Buatlah visi yang menggairahkan hidup anda,bukan sekedar ikut-ikutan, atau berilusi, atau hanya memikirkan esok hari. Ada enam cirri-ciri visi yang baik; 1. Terukur 2. Fleksibel 3. Terjangkau 4. Menarik 5. Jelas 6. Singkat . jika visi sudah dibuat maka kita harus berlatih untuk memvisualisasikannya. Cara untuk melatih membuat visi dengan membayangkan dengan mata terpejam selama satu menit: sebuah gambar mengenai anda yang sukses; sebuah gambar mengenai anda yang berbahagia, santai, dan puas; sebuah gambar mengenai anda sepuluh tahun mendatang; sebuah gambar mengenai anda yang lebih berat atau ringan 10 Kg; sebuah gambar mengenai anda yang mempunyai banyak uang di bank; dsb. Berikut ada beberapa langkah membuat visi peran: 1. Menciptakan visi besar 2. Menciptakan visi peran anda 3. Letakkan di tempat yang mudah dilihat atau mudah dibawa-bawa. Tiga langkah ini berawal dari mimpi besar kita sesuai misi hidup lalu ditulis visi kita tiap perannya seperti apa sehingga mudah dievaluasi. Kemudian jika sudah tertulis maka letakkan di tempat yang mudah terlihat seperti kamar atau yang mudah dibawa seperti dompet. Di dalam buku ini ada contoh secara gambar bagaimana visi peran ini.
            Pada Bab empat dalam tahapan manajemen waktu adalah membuat rencana pekanan. Setelah membuat visi peran kita perlu merealisasikannya. Itu bisa dilakukan dengan mengevaluasi tiap pekan. Sebelum membuat rencana itu kita perlu tahu tiga sifat waktu: 1. Waktu tidak dapat diganti 2. Waktu dapat melenakan 3. Waktu adalah momen . di Bab ini dijelaskan beberapa dampak pengaturan waktu yang buruk. Itu terjadi karena kita tidak bisa mengatur keseimbangan misi dan visi peran kita. Di Bab ini juga ada penjelasan terkait matriks manajemen waktu yang bisa membantu kita untuk memahami apakah aktivitas ini sesuai dengan visi peran. Jika dicermati kuadran waktu terbaik adalah kuadran II yang bisa membuat kita menjalani misi hidup dan dapat menjalankan peran dengan baik. Lihat saja di bukunya ya. Sedang di kuadran IV adalah yang memungkinkan fleksibilitas dan peluang. Setelah mengetahui matriks manajemen waktu langsung beranjak ke lembar kerja pekanan. Di buku dijelaskan secara detail pembuatannya.
            Pada Bab lima dalam tahapan manajemen waktu adalah membuat rencana harian. Bencana mengatur waktu itu berawal dari tidak adanya rencana harian. Karena dengan tidak adanya rencana berpeluang untuk terjadinya penundaan. Dengan seringnya menunda pekerjaan maka pekerjaan akan menumpuk di kemudian hari pada satu waktu. Salah satu solusi adalah dengan membuat rencana harian sesuai dengan peran hidup dan rencana pekanan yang sudah dibuat. Di buku ada beberapa kiat untuk mengatasi kebiasaan buruk menunda. Ada sebelas kiat yang luar biasa yang bisa diaplikasikan. Setelah mengisi lembar pekanan maka kita perlu menulis rencana harian untuk merincikannya kembali di lembar yang baru. Di buku ini ada contoh lembar harian sehingga bisa membantu dalam pembuatannya. Ada lima langkah dalam menyusun rencana harian: 1. Jabarkan apa yang akan anda kerjakan hari ini 2. Tulis perkiraan waktu untuk mengerjakannya 3. Urutkan pekerjaan anda setiap hari dengan cara member nomor urut 4. Biarkan ada waktu luang dalam lembar waktu harian anda untuk member peluang melakukan aktivitas mendadak dan spontan 5. Isi lembar harian itu setiap hari.
            Tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari buku yang luar biasa. Jika sudah membaca tulisan ini segera pinjam bukunya dan praktekkan di kehidupan nyata. Semoga waktu-waktu kita nantinya bisa dimanfaatkan dengan baik dan bisa menjadi lebih produktif dalam beraktivitas.

By : Hasan

Wednesday, December 4, 2013

Hukum Komsumsi Ikan Lele Pemakan Kotoran Manusia




Assalamualakum wr.wb.
Semoga Ustadz selalu dalam lindungan Allah S.W.T.amin…
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawaban dari pertanyaan saya.
Ustadz Sigit, di kampung saya ada seorang tetangga yang memelihara ikan lele, tapi diatas kolam ikan lele tersebut ada kakusnya (tempat buang air besar), jadi secara otomatis ikan-ikan lele itu mengkonsumsi hasil buang air besar orang tersebut.
Yang ingin saya tanyakan, Apakah hukum kehalalan ikan lele tersebut berubah menjadi haram karena mengkonsumsi najis (hasil buang air besar)? Lalu bagaimana pula hukum menjual ikan lele tersebut?
Atas jawaban dan penjelasan dari Ustadz, sekali lagi saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Jika dilihat dari jenis makanannya maka ikan lele yang anda maksudkan itu termasuk didalam kategori jallalah, yaitu binatang yang memakan kotoran. Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw melarang dari memakan daging binatang jallalah dan juga susunya.” (HR. Abu Daud)
Al Khottobi mengatakan bahwa manusia telah berbeda pendapat tentang memakan daging dan susu binatang jallalah. Para ulama Syafi’i dan Ahmad bin Hambal mengatakan bahwa ia tidak boleh dimakan sehingga dikurung selama beberapa hari yang diberi makan dengan makanan yang suci dan apabila dagingnya sudah baik maka tidak apa-apa untuk dimakan.
Diriwayatkan didalam sebuah hadits bahwa sapi dikurung dan diberi makan dengan makanan yang suci selama 40 hari kemudian boleh dimakan dagingnya. Ibnu Umar pernah mengatakan bahwa ayam dikurung selama tiga hari kemudian disembelih.
Sedangkan Ishaq bin Rohuyah mengatakan tidak masalah dagingnya (jallalah) dimakan setelah dicuci bersih. Al Hasan al Bashri tidak melihat ada masalah tentang makan daging jallalah, begitu pula dengan Malik bin Anas. Ibnu Ruslan didalam “Syarh as Sunan” bahwa tidak ada batasan waktu tertentu dalam pengurungan jallalah, sebagian ada yang berpendapat terhadap onta dan sapi adalah 40 hari sedangkan kambing 7 hari, ayam 3 hari dan inilah pilihannya dalam kitab al Muhadzab wa at Tahrir. (Aunul Ma’bud juz X hal 187)
Para ulama yang memakruhkan dan tidak membolehkan memakan daging jallalah bersepakat membolehkan makan daging tersebut setelah binatang itu dikurung dalam batas waktu tertentu dan diberi makan dengan makanan yang baik sehingga daging itu menjadi baik kembali. Hal itu dikarenakan yang menjadi sebab tidak dibolehkannya adalah adanya perubahan pada dagingnya dan ketika sebab itu hilang dengan dikurung maka binatang itu tidak disebut lagi dengan jallalah.
Adapun apabila binatang itu tidak dikurung terlebih dahulu maka pendapat yang kuat—wallahu a’lam—adalah makruh dimakan dagingnya, makruh pula telur, susu atau menaikinya tanpa menggunakan alas duduk. Pendapat ini dipilih oleh al Khottobi terhadap hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw melarang dari meminum susu jallalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan an Nasai dengan mengatakan,’makruh memakan daging dan susunya demi kebersihan dan kesucian.’—Ma’alimus Sunan juz V hal 306. (www.islamweb.net)
Pendapat yang bisa dipakai untuk menguatkan hal ini adalah apa yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa kotoran yang dimakan oleh binatang jallalah tersebut telah berubah menjadi dagingnya sebagaimana darah yang berubah menjadi daging. Pernyataan ini seolah-olah mengatakan bahwa kotoran yang dimakan tersebut tidaklah ada pengaruhnya sama sekali terhadap bau maupun rasa dari daging binatang tersebut.
Dengan demikian diperbolehkan menjualnya baik sebelum maupun setelah dikurung dan diberikan makanan yang baik. Akan tetapi menjualnya setelah dikurung lebih baik daripada sebelum dikurung demi menjaga kebersihan dari dagingnya tersebut.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo, Lc
Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :
Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Credit : eramuslim.com

Monday, November 18, 2013

MUHAMMAD sebagai PENDAGANG








Penulis : Ippho santoso – andalus - Khalifah
Mulailah dengan yang kanan. Para ahli yang  mulai meneliti sejak 1930-an percaya bahwa otak kiri adalah otak rasional, yang erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual (IQ), lebih bersifat logis, aritmatik, verbal, segmental, focus, serial (linier), mencari perbedaan, dan bergantung waktu. Sementara itu , otk kanan adalah otak emosional, (EQ), bersifat intuitif,  spasial, visual, holistic, difus, parallel (literal), mencari persamaan, dan tidak tergantung waktu.
Oleh karena itu, otak kanan bisa mencuatkan empati, keramahan, keikhlasan, syukur, dan pemaknaan hidup. Selain itu, kreativitas, gurauan, penceritaan, dan kiasan, imajinasi, visi, intuisi, dan sintesis yang tidak dimiliki oleh otak kiri.
Ketahuilah, termminologi lain untuk visi adalah niat. Pasti kita masih ingat dengan pernyataan, “ mulailah dengan yang kanan”. Nah, itu semua kait mengait dengan pernyataan, “ mulailah dengan niat.”
Setiap orang adalah pemimpin. dalam sabda nabi Muhammad “ Setiap manusia adalah pemimpin.” Itu artinya.” setiap orang adalah teladan. Karena kami percaya sepenuhnya, kepemipinan yang baik hanya dapat dicapai melalui keteladan yang baik. Tidak perlu dipertikaian lagi, dengan sinsetis dan metode duplikasi, Sang Nabi adalah teladan yang tiada duanya.
Berdaganglah engkau karena 9 dari 10 bagian kehidupan adalah berdagang. Dalam al – Quran dijelaskan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum, sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri. Disampaikan juga di ayat lain bahwa tiada yang manusia dapatkan, kecuali apa yang ia usahakan. Itu artinya. Manusia diizinkan dan dimampukan oleh Allah untuk memperbaiki keadaan, termasuk menjadi pribadi yang mandiri.
Islam sangat identik dengan dunia entrepreneurship. Bukankah begitu ? Ironisnya, Muslim Indonesia sekarang jauh dari dunia entrepreneurship. Padahal, dengan menjadi entrepreneur, Selain lebih mandiri secara ekonomi, kita juga lebih mudah untuk membantu sesame, mencati ilmu, dan beribadah.
Kekayaan tidak membawa mudharat bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Itulah salah satu pesan penting Sang Nabi. Kenapa? Karena kekayaan dapat memudahkan kita dalam beribadah. Sebaliknya kemiskinan itu dapat mendekatkan kita dengan kekufuran. Misalnya, untuk berjihad, bersedekah, berzakat, berhaji, berumrah, menafkahi keluarga, mencukupkan kebutuhan ahli waris, mencari guru-guru ( mursyid), menuntut ilmu, menegakkan ekonomi syariah, membangun sarana umat, dan meningkatkan bargaining position umat.
Contoh diambil dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang hidup dengan kekayaan  tapi beliau tetap hidup bersahaja. Alih-alih bermewah-mewahan, ia malah memanfaatkan hampir seluruh hartanya untuk tujuan jihad dan sedekah. Dengan pola hidup sedemikian, ketika wafat beliau tiada meninggalkan warisan, tiada pula meninggalkan utang.
Katakanlah kepada pihak yang engkau ajak berjual-beli, tidak boleh menipu. Salah satu peringat yang berbunyi “ Para saudagar akan dibangkitkan sebagai pelaku kejahatan pada Hari Kebangkitan, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah dan berkata jujur.” Manakala Al- Quran membingkainya dengan perumpamaan yang indah, yaitu sempurnakn takaran dan luruskan timbangan.  Dan dalam gerak-gerik bisnis sehari-hari, siapapun akan mengamini sepenuh hati bahwa kepercayaan memang tak ternilai harganya. Itu adalah akar dari segala-segalanya. Tanpa kepercayaan cepat atau lambat entrepreneur akan ditinggalkan oleh pelanggan-pelanggannya.
Barang siapa yang meras bahagia jika dilebihkan umur daan rezekinya, hendaknya ia bersilaturahim. Kepercayaan akan menciptakan silaturahim dan secara tidak langsung silaturahim akan mendatangkan manfaat materi selain keberkahan. Tercantum pula dalam Al – Quran “Kami jadikan engkau bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu mengenal.” Sekali lagi, supaya saling mengenal untuk kesekian kalinya tautkan dan eratkan silaturahim.
Sampaikanlah kabar gembira dan jangan menakutkan-nakuti. Keberanian yang kami maksud adalah untuk mencoba dan terus mencoba. Kerja keras dan menyempurnakan ikhtiar. Rupa-rupanya tentang keberanian ini, jauh-jauh hari Allah telah melontarkan kalimat motivasi di dalam Al – Quran, “ Mengapa engkau takut kepada selain Allah?” Keberanian mestilah diiringi dengan kemahiran. Kerja keras mestilah diiringi dengan kerja cerdas. Tanpanya, itu sama saja dengan jalan di tempat.
Karena tangan diatas adalah lebih utama daripada tangan yang dibawah. Setiap manusia pasti ingin berutung, tergantung dari segi apa keberuntungan yang diinginka masing-masing manusia. Sesuatu itu dikatakan untung seandainya semakin tumbuh bisnis kita, semakin tumbuh pula potensi kita. Sering kali manusia merasa kalau mereka tidak dibekali potensi sama sekali. Padahal, mana mungkin begitu. Dikutip dalam Al –Quran ,” Sesungguhnya telah kami jadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk.” Dilanjutkan pula dengan,”Engkau adalah umat yang terbaik.”
Setelah menemui potensi maka berbagilah. Kutipan dari film Spiderman “Sesungguhnya didalam kekuatan yang besar, tersimpan tanggung jawab yang besar.”  Nah, jika seorang entrepreneur menerapkannya dalam bisnis, maka jadilah ia spiritual entrepreneur , dimana ia senantiasa menyebarkan kabar gembira dan menebarkan manfaat, bukan sekedar cari untung.
Allah tidak akan berbelas kasih kepada seseorang, apabila orang itu tidak mengasihi sesamanya. Educating the customers, gathering the customers, expanding the market, improving self performance, conducting bechmarking dan creting positive image adalah beberapa manfaat mengapa seorang pengusaha itu harus bersahabat dengan pesaingnya.
Penutup. Beberapa tips yang insyaAllah akan menambah bahkan melipatgandakan rezeki.
1.      Gratitude DP. Meletakkan syukur sebagai”uang muka”.
2.      Entrepreneur prayer. Menbiasakan “sholat bisnis”
3.      Entrepreneur zikir. Zikir secara otak kanan.
4.      Spiritual FIFO. Menyegerakan sedekah.
5.      Spritual investment. Menperbanyak sedekah.
6.      Manajemen lemari baju. Mengosongkan sepertiga isi lemari baju.
7.      Manajemen kening. Melapangkan kening, melapangkan rezeki.
8.      Positivity triangle. Berfikir positif ke tiga arah.
9.      Competitor creation. Menciptakan pesaing.
10.  Multiplier and fulfillment. Memastikan factor pengali dan factor pemenuhan.

Ringkasan dari utin juli susanti

Sunday, October 27, 2013

Berat Itu Di Awal, Selanjutnya...Biasa Saja


 Islamedia - Saat pertama kali belajar menyusun menu di mata kuliah Gizi Dalam Daur Kehidupan(GDDK) sungguh dibuat kalang kabut bagaimana tidak harus menyeimbangkan menu yg angka-angkanya nol koma dalam jumlah yg pas brp karbohidrat protein lemaknya. Alhasil dibikin pusing begadang tiap malam sampai mata kuyu. Ketakutan itu blm berakhir krn akan dibuktikan ketika nanti ujian bakal menggarap soal yg sama, tp dalam waktu hanya 2 jam alias 120 menit.  
Bukan namanya belajar, tiap pekan kami dijejali tugas yg sama yaitu menyusun menu. Pekan pertama memang sangat ngosngosan selanjutnya lama-lama mjd konsumsi wajib, bergelut dg yg namanya DKBM(Daftar Komposisi Bahan Makanan).

Semester 2 kita br mendapat mata kuliah tsb, ternyata 4 semester berikutnya sdh menjadi konsumsi wajib makul-makul yg berisikan menyusun menu. Sampai2 yg tidak begitu shabar pilihan akhirnya tidak milih penjurusan untuk dietetik(dietition), tapi gizi masyarakat alias nutritionist.

Meski demikian tetap saja praktikum rumah sakit tdk bs dihindarkan dari yg namanya susun menyusun menu. Hiks padahal di RS lebih harus hati-hati karena pasiennya nyata, org sakit beneran. Bisa-bisa malpraktek kalo salah ngasih preskripsi diet. Meski demikian kami tetap percaya diri karena apa?. kita sdh berlatih 4 semester sebelumnya dan sudah biasa.

Begitulah dalam kenyataannya kita selalu merasa berat untuk mengawali padahal jika sudah biasa akan terasa enteng bahkan dikatakan ahli(profesional). Benarlah jika ada kata pepatah ala bisa krn biasa. Bisa itu soal waktu, bukan melulu kecerdasan. Karena kecerdasan yg tdk diimbangi dg konsistensi perbuatan juga bisa pudar.

Sama-sama berumus carbon, arang itu hitam tapi intan itu bs jd perhiasan krn apa dibakar dalam tekanan bersuhu tinggi. Demikian juga besi dan baja, baja lebih mengkilat dan kuat karena lebih banyak tempaan.

Membiasakan kebaikan awalnya sulit makanya harus usaha keras untuk menerjang kesulitan itu. Diantaranya bergaul dg lingkungan atau orang-orang yang baik. Secara tidak langsung kita akan dipaksa baik. Jika kita tidak keluar dari jalan yang dituju insyaAllah menjadi seperti apa yang kita citakan

Membiasakan diri membaca Al Quran tiap hari satu juz awalnya susah tapi kalo niat kita kuat insyaAllah dimudahkan olehNya. Yang penting biasakan dulu memegang dan membaca Al Quran tiap hari. Percayalah lama-lama ada sesuatu yg hilang, ada perasaan yg tidak enak jika tidak membacanya meski hanya selembar.

Jika sudah konsisten tingkatkan lagi target hariannya. Tak terasa lama-lama biasa, bahkan bisa membaca lebih banyak.

Oh ya kita harus punya cita-cita yang lurus dan tinggi di depan Misal "harus bisa hafal 30 juz" jd meskipun pd akhirnya blm sampai hafal 30 juz setidaknya kita sdh bs membaca Al Qur an dg tahsin dan Tartil. Karena modal yg harus dipenuhi untuk bisa hafal Al Qur an adalah bacaan yg tahsin.

Bagaimana untuk bisa itu semua? Tentu belajar dan ikutlah halaqoh Qur an, serta bershabar didalamnya.

Akhir kata teruslah memanah rembulan jikalau  takpernah sampai, tapi pastikan anak panah mengenai bintang.

*quote nostalgia kuliah dikampus putih(kesehatan) dilanjutkan di kampus Al Qur an:)
**salam takzim untuk seluruh dosen dan para asatidz asatidzah yg menginspirasi
Anindya Sugiyarto

Source : Islamedia

Monday, September 16, 2013

Fenomena Jumat Kliwon dan Tanggal 13, Benarkah ada Hari Sial ?

Sebagian masyarakat menganggap angka 13 sebagai angka sial. Khususnya di daerah Jawa, jika tanggal 13 tersebut jatuh di hari Jumat Kliwon, maka hari tersebut merupakan hari paling ditakuti.
Banyak diantara masyarakat yang masih mempercayai mitos ini hingga bahkan takut keluar rumah. Mereka lebih memilih berdiam diri di dalam rumah khawatir jika terjadi sesuatu yang menimpa mereka di luar rumah.



Lalu bagaimana dengan esok, 13 September 2013 yang jatuh pada Jumat Kliwon? Ketakutan akan Jumat 13 ini memang ada dan diyakini oleh sebagian orang.
Mereka yang mengidapnya disebut paraskevidekatriaphobia atau friggatriskaidekaphobia. Sedangkan orang yang takut terhadap angka 13 disebut triskaidekaphobia.
Pengidapnya ternyata bukan hanya dari orang-orang kampung yang percaya tahyul dan mitos. Bahkan, orang sekelas mantan presiden AS Franklin D Roosevelt juga ikut-ikutan mempercayainya.
Diketahui, ternyata Roosevelt tidak pernah bepergian pada tanggal 13. Ia juga menghindari hal-hal yang berbau 13 seperti menjamu tamu yang jumlahnya 13 orang, menaiki gedung di lantai 13, dan lain sebagainya.
Demikian juga orang-orang tenar lainnya seperti Napoleon, Stephen King, dan presiden Herbert Hoover. Semua mereka percaya kalau angka 13 merupakan angka yang membawa sial bagi mereka.
Phobia ini awalnya berkembang dari Barat. Bahkan, sejumlah film dan novel-novel banyak mengekspos soal angka 13 ini. Seperti buku karangan Simon Hawke yang berjudul “Friday The 13th”. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1987.
Buku ini bercerita tentang pembunuhan misterius yang dilakukan oleh Jason akibat dendam masa lalu terhadap orang-orang yang telah membunuh ibunya. Ide dari buku tersebut akhirnya diangkat kedalam film yang berjudul “Friday The 13th”. Film ini berkisah tentang Jumat tanggal dan dirilis tahun 2009.
Kendati jenis phobia ini datang dari Barat, di Indonesia sendiri ternyata masih banyak yang percaya mitos angka 13. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya gedung-gedung tinggi yang tidak mempunyai lantai 13, Tidak ada kamar nomor 13, pesawat yang tidak memiliki tempat duduk nomor 13, dan lainnya.
Tidak hanya angka 13, angka 4 juga dianggap angka sial karena merupakan hasil penjumlahan dari dua angka tersebut, 1+ 3 = 4. Gedung-gedung yang memiliki lantai 4 kemudian akan menggantinya dengan 3A.
Salah satu tragedi bersejarah yang terjadi di hari Jumat tanggal 13 adalah puncak Tragedi Semanggi. Peristiwa itu terjadi hari Jumat tanggal 13 November 1998. Aksi mahasiswa yang mengepung gedung DPR MPR RI dan berujung pada pelengseran presiden Soeharto itu juga diwarnai tewasnya beberapa orang mahasiswa Trisakti.
Jadi bagaimanakah pandangan Islam terhadap angka 13 dan Hari Jumat yang jatuh pada Tanggal 13? Imam Besar Masjid Istiqlal, Ali Mustafa Ya’qub mengatakan dalam Islam tidak dikenal istilah hari sial.
“Kita perlu sosialisasikan kepada masyarakat, tidak ada istilahnya hari sial atau yang berkaitan dengan tahyul pada angka 13,” jelasnya kepada rol.
Ia mengatakan, Hari Jumat merupakan hari yang agung. Dalam Islam Hari Jumat disebut dengan ‘sayyidul ayyam’ (Penghulu dari seluruh hari). Malah Hari Jumat merupakan hari berkah, didalamnya terdapat waktu-waktu mustajab untuk berdoa.
Demikian juga dengan angka 13. Dalam Islam, justru bilangan ganjil seperti 1 dan 3 merupakan bilangan yang disukai. Seperti salah satu hadis yang mengatakan “Sesungguhnya Allah itu witir (Bilangan ganjil) dan Dia juga suka kepada hal-hal yang witir (jumlahnya ganjil).”
(rol)

Friday, September 13, 2013

Adab Berhutang Ala Rasulullah



“Wahai guru, bagaimana kalau mengarang kitab tentang zuhud ?” ucap salah seorang murid kepada Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Maka beliau menjawab : “Bukankah aku telah menulis kitab tentang jual-beli?”
Fenomena yang sering terjadi dewasa ini yaitu banyaknya orang salah persepsi dalam memandang hakikat ke-islaman seseorang. Seringkali seorang muslim memfokuskan keshalihan dan ketakwaannya pada masalah ibadah ritualnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga diapun terlihat taat ke masjid, melakukan hal-hal yang sunat, seperti ; shalat, puasa sunat dan lain sebagainya. Di sisi lain, ia terkadang mengabaikan masalah-masalah yang bekaitan dengan muamalah, akhlak dan jual-beli. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan, agar sebagai muslim, kita harus kaffah. Sebagaimana kita muslim dalam mu’amalahnya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka seyogyanya juga harus muslim juga dalam mu’amalahnya dengan manusia. Allah berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)” [Al-Baqarah : 208]
Oleh karenanya, dialog murid terkenal Imam Abu Hanifah tadi layak dicerna dan dipahami. Seringkali zuhud diterjemahkan dengan pakaian lusuh, makanan sederhana, atau dalam arti kening selalu mengkerut dam mata tertunduk, supaya terlihat sedang tafakkur. Akan tetapi, kalau sudah berhubungan dengan urusan manusia, maka dia tidak menghiraukan yang terlarang dan yang tercela.
Hutang-pihutang merupakan salah satu permasalahan yang layak dijadikan bahan kajian berkaitan dengan fenomena di atas. Hutang-pihutang merupakan persoalan fikih yang membahas permasalahan mu’amalat. Di dalam Al-Qur’an, ayat yang menerangkan permasalahan ini menjadi ayat yang terpanjang sekaligus bagian terpenting, yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 282. Demikian pentingnya masalah hutang-pihutang ini, dapat ditunjukkan dengan salah satu hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan seseorang yang meninggal, tetapi masih mempunyai tanggungan hutang.
HUTANG HARUS DIPERSAKSIKAN
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Al-Baqarah : 282]
Mengenai ayat ini, Ibnul Arabi rahimahullah di dalam kitab Ahkam-nya menyatakan : “Ayat ini adalah ayat yang agung dalam mu’amalah yang menerangkan beberapa point tentang yang halal dan haram. Ayat ini menjadi dasar dari semua permasalahan jual beli dan hal yang menyangkut cabang (fikih)”
Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, ini merupakan petunjuk dariNya untuk hambaNya yang mukmin. Jika mereka bermu’amalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih terjaga jumlahnya dan waktunya dan lebih menguatkan saksi. Dan di ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan salah satu ayat : “Hal itu lebih adil di sisi Allah dan memperkuat persaksian dan agar tidak mendatangkan keraguan”
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Maka tulislah …” maksudnya adalah tanda pembayaran untuk megingat-ingat ketika telah datang waktu pembayarannya, karena adanya kemungkinan alpa dan lalai antara transaksi, tenggang waktu pembayaran, dikarenakan lupa selalu menjadi kebiasaan manusia, sedangkan setan kadang-kadang mendorongnya untuk ingkar dan beberapa penghalang lainnya, seperti kematian dan yang lainnya. Oleh karena itu, disyari’atkan untuk melakukan pembukuan hutang dan mendatangkan saksi”
“Maka tulislah…”, secara zhahir menunjukkan, bahwa dia menuliskannya dengan semua sifat yang dapat menjelaskannya di hadapan hakim, apabila suatu saat perkara hutang-pihutang ini diangkat kepadanya.
BOLEHKAH BERHUTANG?
Tidak ada keraguan lagi bahwa menghutangkan harta kepada orang lain merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan syari’at,dan merupakan salah satu bentuk realisasi dari hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Baragsiapa yang melapangkan seorang mukmin dari kedurhakaan dunia, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melapangkan untuknya kedukaan akhirat”
Para ulama mengangkat permasalahan ini, dengan memperbandingkan keutamaan antara menghutangkan dengan bersedekah. Manakah yang lebih utama?
Sekalipun kedua hal tersebut dianjurkan oleh syari’at, akan tetapi dalam sudut kebutuhan yang dharurat, sesungguhnya orang yang berhutang selalu berada pada posisi terjepit dan terdesak, sehingga dia berhutang. Sehingga menghutangkan disebutkan lebih utama dari sedekah, karena seseorang yang diberikan pinjaman hutang, orang tersebut pasti membutuhkan. Adapun bersedekah, belum tentu yang menerimanya pada saat itu membutuhkannya.
Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada Jibril : “Kenapa hutang lebih utama dari sedekah?” Jibril menjawab, “Karena peminta, ketika dia meminta dia masih punya. Sedangkan orang yang berhutang, tidaklah mau berhutang, kecuali karena suatu kebutuhan”. Akan tetapi hadits ini dhaif, karena adanya Khalid bin Yazid Ad-Dimasyqi.
Adapun hukum asal berhutang harta kepada orang lain adalah mubah, jika dilakukan sesuai tuntunan syari’at. Yang pantas disesalkan, saat sekarang ini orang-orang tidak lagi wara’ terhadap yang halal dan yang haram. Di antaranya, banyak yang mencari pinjaman bukan karena terdesak oleh kebutuhan, akan tetapi untuk memenuhi usaha dan bisnis yang menjajikan.
Hutang itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, hutang baik. Yaitu hutang yang mengacu kepada aturan dan adab berhutang. Hutang baik inilah yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; ketika wafat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berhutang kepada seorang Yahudi dengna agunan baju perang. Kedua, hutang buruk. Yaitu hutang yang aturan dan adabnya didasari dengan niat dan tujuan yang tidak baik.
ETIKA BERHUTANG
1. Hutang tidak boleh mendatangkan keuntungan bagi si pemberi hutang.
Kaidah fikih berbunyi : “Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba”. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. Sedangkan menambah setelah pembayaran merupakan tabi’at orang yang mulia, sifat asli orang dermawan dan akhlak orang yang mengerti membalas budi.
Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- berkata : “Hendaklah diketahui, tambahan yang terlarang untuk mengambilnya dalam hutang adalah tambahan yang disyaratkan. (Misalnya), seperti seseorang mengatakan “saya beri anda hutang dengan syarat dikembalikan dengan tambahan sekian dan sekian, atau dengan syarat anda berikan rumah atau tokomu, atau anda hadiahkan kepadaku sesuatu”. Atau juga dengan tidak dilafadzkan, akan tetapi ada keinginan untuk ditambah atau mengharapkan tambahan, inilah yang terlarang, adapun jika yang berhutang menambahnya atas kemauan sendiri, atau karena dorongan darinya tanpa syarat dari yang berhutang ataupun berharap, maka tatkala itu, tidak terlarang mengambil tambahan.
2. Kebaikan (seharusnya) dibalas dengan kebaikan
Itulah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertera dalam surat Ar-Rahman ayat 60, semestinya harus ada di benak para penghutang, Dia telah memperoleh kebaikan dari yang memberi pinjaman, maka seharusnya dia membalasnya dengan kebaikan yang setimpal atau lebih baik. Hal seperti ini, bukan saja dapat mempererat jalinan persaudaraan antara keduanya, tetapi juga memberi kebaikan kepada yang lain, yaitu yang sama membutuhkan seperti dirinya. Artinya, dengan pembayaran tersebut, saudaranya yang lain dapat merasakan pinjaman serupa.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
“Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu.orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata : “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan setimpal”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian”
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.
“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau membayarnya dam menambahkannya”
3. Berhutang dengan niat baik
Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah zhalim dan melakukan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti.
a. Berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar
b. Berhutang untuk sekedar bersenang-senang
c. Berhutang dengan niat meminta. Karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Barangsiapa yang mengambil harta orang (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya”
Hadits ini hendaknya ditanamkan ke dalam diri sanubari yang berhutang, karena kenyataan sering membenarkan sabda Nabi diatas Berapa banyak orang yang berhutang dengan niat dan azam untuk menunaikannya, sehingga Allah pun memudahkan baginya untuk melunasinya. Sebaliknya, ketika seseorang berazam pada dirinya, bahwa hutang yang dia peroleh dari seseorang tidak disertai dengan niat yang baik, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan hidupnya dengan hutang tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala melelahkan badannya dalam mencari, tetapi tidak kunjung dapat. Dan dia letihkan jiwanya karena memikirkan hutang tersebut. Kalau hal itu terjadi di dunia yang fana, bagaimana dengan akhirat yang baqa (kekal)?
4. Hutang tidak boleh disertai dengan jual beli
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah melarangnya, karena ditakutkan dari transaksi ini mengandung unsur riba. Seperti, seseorang meminjam pinjaman karena takut riba, maka kiranya dia jatuh pula ke dalam riba dengan melakuan transaksi jual beli kepada yang meminjamkan dengan harga lebih mahal dari biasanya.
5. Wajib memabayar hutang
Ini merupakan peringatan bagi orang yang berhutang. Semestinya memperhatikan kewajiban untuk melunasinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita menunaikan amanah. Hutang merupakan amanah di pundak penghutang yang baru tertunaikan (terlunaskan) dengan membayarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimnya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [An-Nisa : 58]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah : “Sekalipun aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan senang jika tersisa lebih dari tiga hari, kecuali yang aku sisihkan untuk pembayaran hutang” [HR Bukhari no. 2390]
Orang yang menahan hutangnya padahal ia mampu membayarnya, maka orang tersebut berhak mendapat hukuman dan ancaman, diantaranya.
a. Berhak mendapat perlakuan keras.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata. :
“Seseorang menagih hutang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para shahabat hendak memukulnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Biarkan dia. Sesungguhnya si empunya hak berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya”. Mereka (para sahabat) berkata : “Kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dari untanya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling baik dalam pembayaran”
Imam Dzahabi mengkatagorikan penundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu sebagai dosa besar dalam kitab Al-Kabair pada dosa besar no. 20
b. Berhak dighibah (digunjing) dan diberi pidana penjara.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah.:
“Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezhaliman”
Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. :
“Menunda pembayaran bagi yang mampu membayar, (ia) halal untuk dihukum dan (juga) keehormatannya”.
Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Halal kehormatannya ialah dengan mengatakan ‘engkau telah menunda pebayaran’ dan menghukum dengan memenjarakannya”
c.. Hartanya berhak disita
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya”
d. Berhak di-hajr (dilarang melakukan transaksi apapun).
Jika seseorang dinyatakan pailit dan hutangnya tidak bisa ditutupi oleh hartanya, maka orang tersebut tidak diperkenankan melakukan transaksi apapun, kecuali dalam hal yang ringan (sepele) saja.
Hasan berkata, “Jika nyata seseorang itu bangkrut, maka tidak boleh memerdekakan, menjual atau membeli”
Bahkan Dawud berkata, “Barangsiapa yang mempunyai hutang, maka dia tidak diperkenankan memerdekakan budak dan bersedekah. Jika hal itu dilakukan, maka dikembalikan”
Kemungkinan –wallahu a’lam- dalam hal ini, hutang yang dia tidak sanggup lagi melunasinya.
6. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman, karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak yang menghutangkan.
Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan memperparah keadaan, dan merubah hutang, yang awalnya sebagai wujud kasih sayang, berubah menjadi permusuhan dan perpecahan.
7. Berusaha mencari solusi sebelum berhutang, dan usahakan hutang merupakan solusi terakhir setelah semuanya terbentur.
8. Menggunakan uang dengan sebaik mungkin. Menyadari, bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus dia kembalikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tangan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya, hingga dia menunaikannya”
9. Pelimpahan hutang kepada yang lain diperbolehkan dan tidak boleh ditolak
Jika seseorang tidak sanggup melunasi hutangnya, lalu dia melimpahkan kepada seseorang yang mampu melunasinya, maka yang menghutangkan harus menagihnya kepada orang yang ditunjukkan, sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah :
“Menunda pembayaran bagi roang yang mampu merupakan suatu kezhaliman. Barangsiapa yang (hutangnya) dilimpahkan kepada seseorang, maka hendaklah dia menurutinya.
10. Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajukan pemutihan atas hutangnya atau pengurangan, dan juga mencari perantara (syafa’at) untuk memohonnya.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : (Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan hutang. Maka aku memohon kepada pemilik hutang agar mereka mau mengurangi jumlah hutangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku. (Maka) akupun melakukannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh.
BAGI YANG MENGHUTANGKAN AGAR MEMBERI KERINGANAN KEPADA YANG BERHUTANG
Pemberian pinjaman pada dasarnya dilandasi karena rasa belas kasihan dari yang menghutangkan. Oleh karena itu, hendaklah orientasi pemberian pinjamannya tersebut didasarkan hal tersebut, dari awal hingga waktu pembayaran. Oleh karenanya, Islam tidak membenarkan tujuan yang sangat baik ini dikotori dengan mengambil keuntungan dibalik kesusahan yang berhutang.
Di antara yang dapat dilakukan oleh yang menghutangkan kepada yang berhutang ialah.
1. Memberi keringanan dalam jumlah pembayaran
Misalnya, dengan uang satu juta rupiah yang dipinjamkannya tersebut, dia dapat beramal dengan kebaikan berikutnya, seperti meringankan pembayaran si penghutang, atau dengan boleh membayarnya dengan jumlah di bawah satu juta rupiah, atau bisa juga mengizinkan pembayarannya dilakukan dengan cara mengangsur, sehingga si penghutang merasa lebih ringan bebannya.
2. Memberi keringanan dalam hal jatuh tempo pembayaran
Si pemberi pinjaman dapat pula berbuat baik degan memberi kelonggaran waktu pembayaran, sampai si penghutang betul-betul sudah mampu melunasi hutangnya.
Dari Hudzaifah Radhyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Suatu hari ada seseorang meninggal. Dikatakan kepadanya (mayit di akhirar nanti). Apa yang engkau perbuat? Dia menjawab. :
“Aku melakukan transaksi, lalu aku menerima ala kadarnya bagi yang mampu membayar (hutang) dan meringankan bagi orang yang dalam kesulitan. Maka dia diampuni (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)”.
3. Pemberi pinjaman menghalalkan hutang tersebut, dengan cara membebaskan hutang, sehingga si penghutang tidak perlu melunasi pinjamannya.
Beginilah kebiasaan yang sering dilakukan oleh Salafush ash-Shalih. Jika mereka ingin memberi pemberian, maka mereka melakukan transaksi jual beli terlebih dahulu, kemudian dia berikan barang dan harganya atau dia pinjamkan, kemudian dia halalkan, agar mereka mendapatkan dua kebahagian dan akan menambah pahala bagi yang memberi.
Sebagai contoh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli onta dari Jabir bin Abdullah dengan harga yang cukup mahal. Setibanya di Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan uang pembayaran dan menghadiahakn onta yang telah dibeli tersebut kepada Jabir.
Contoh kedua, Thalhah berhutang kepada Utsman sebanyak lima puluh ribu dirham. Lalu dia keluar menuju masjid dan bertemu dengan Utsman. Thalhah berkata, “Uangmu telah cukup, maka ambillah!”. Namun Utsman menjawab : “Dia untukmu, wahai Abu Muhammad, sebab engkau menjaga muruah (martabat)mu”.
Suatu hari Qais bin Saad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu merasa bahwa saudara-saudaranya terlambat menjenguknya, lalu dikatakan keadannya : “Mereka malu dengan hutangnya kepadamu”, dia (Qais) pun menjawab, “Celakalah harta, dapat menghalangi saudara untuk menjenguk saudaranya!”, Kemudian dia memerintahkan agar mengumumkan : “Barangsiapa yang mempunyai hutang kepada Qais, maka dia telah lunas”. Sore harinya jenjang rumahnya patah, karena banyaknya orang yang menjenguk.
Sebagai akhir tulisan ini, kita bisa memahami, bahwa Islam menginginkan kaum Muslimin menciptakan kebahagian pada kenyataan hidup mereka dengan mengamalkan Islam secara kaffah dan tidak setengah-setengah. Dalam permasalahan hutang, idealnya orang yang kaya selalu demawan menginfakkan harta Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dititipkan kepadanya kepada jalan-jalan kebaikan. Di sisi lain, seorang yang fakir, hendaklah hidup dengan qana’ah dan ridha dengan apa yang telah ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuknya.
Semoga kita semua dijauhkan olehNya dari lilitan hutang, dianugerahkanNya ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan rizqi yang halal dan baik.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H/2005M.]